TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi penyandang disabilitas di Korea Selatan mendesak revisi undang-undang transportasi supaya pemerintah membenahi aksesibilitas sejumlah fasilitas. Upaya ini bertujuan memenuhi hak difabel untuk bergerak di ruang publik.
Para difabel Korea Selatan menyampaikan tuntutan mereka pada pagi hari di beberapa stasiun subway di pusat Kota Seoul. Para aktivis disabilitas yang tergabung dalam The Solidarity Against Disability Discrimination melakukan longmarch di empat stasiun tersibuk di Seoul. Mereka berjalan dari Stasiun Gwanghwamun ke Stasiun Wangsimni, Stasiun Yeouido, dan berakhir di Stasiun Haengdang.
Para pengguna kursi roda sengaja berhenti di beberapa titik utama stasiun, seperti di tengah pintu-pintu kereta, sehingga pintu tidak dapat ditutup dan kereta tidak dapat melaju. Selain di pintu kereta pada platform utama, para aktivis disabilitas juga sengaja memposisikan kursi roda mereka di gerbang pemindaian tiket sampai tempat parkir mobil.
Mereka membentangkan tuntutan pada spanduk-spanduk bertuliskan "Mobility is a basic right that must be guaranteed" atau mobilitas adalah hak dasar yang harus terjamin. Aksi para penyandang disabilitas ini mengakibatkan operasional kereta subway di Seoul sempat terhenti selama 1 jam 40 menit. Berdasarkan keterangan resmi dari Seoul Metro, ini bukan aksi pertama mereka.
"Mereka sudah berulang kali bertindak seperti ini di jam-jam sibuk stasiun," kata seorang petugas Seoul Metro seperti dikutip dari The Korean Herald, Senin, 20 Desember 2021. Sebelumnya, para aktivis memblokade operasional kereta pada 3 dan 13 Desember 2021.
Mengenai tuntutan revisi undang-undang transportasi, saat ini rencangan revisi beleid tersebut masih berjalan. Dalam pernyataan tertulis, para difabel yang berunjuk rasa menyatakan upaya tersebut dipicu insiden di Stasiun Oido pada 22 Januari 2001. Saat itu, pasangan suami istri manula pengguna kursi roda mengalami kecelakaan ketika akan masuk ke dalam kereta dan meninggal beberapa hari kemudian.
"Selama bertahun-tahun kami berjuang demi jaminan keamanan, terutama hak untuk mobilitas tanpa mengecualikan siapa pun," demikian tertulis dalam keterangan para aktivis disabilitas. Mereka menyatakan, cukuplah pasangan suami istri tersebut yang menjadi korban tidak ramahnya fasilitas dalam moda transportasi di Korea Selatan. Itu pula sebab mereka sengaja memasang kursi roda tepat di pintu-pintu kereta, sehingga mengakibatkan kereta tak dapat melaju tepat waktu.
Dalam rancangan undang-undang transportasi yang baru, terdapat klausul tidak boleh ada jarak antara platform di peron stasiun dengan lantai kereta. Dalam revisi peraturan tersebut juga melarang perbedaan dalam menerapkan aturan tentang pembangunan fasilitas umum terakses, baik di pusat maupun daerah. Hingga saat, rancangan revisi undang-undang transportasi belum disahkan oleh Majelis Nasional Korea Selatan.
Baca juga:
Universitas Padjadjaran Melatih Public Speaking buat Difabel Netra dan Daksa
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.