TEMPO.CO, Jakarta - Hari Penglihatan Sedunia berlangsung setiap Kamis pada minggu kedua Oktober. Dalam peringatannya, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO selalu mengingatkan, agar setiap orang menyayangi dan merawat mata supaya tidak kehilangan penglihatan.
Salah satu kelompok dalam situasi paling rentan mengalami kehilangan penglihatan total adalah penyandang disabilitas netra lemah penglihatan atau biasa disebut penyandang Low Vision. Pada kelompok ini, seorang individu masih dapat melihat meski gambaran yang tertangkap oleh mata sangat kabur. Tingkat penglihatan individu Low Vision dan penyebabnya berbeda-beda.
Individu Low Vision asal Magelang, Jawa Tengah, Hendri Hernowo mengatakan mengalami retinitis pigmentosa yang belum ada obatnya. "Kalau dideskripsikan, apa yang saya lihat seperti ada pigmennya dan terus berkembang menutupi retina," ujar Hendri saat dihubungi Tempo, Kamis 14 Oktober 2021
Lantaran penglihatan yang berada dalam kondisi sangat rentan, individu Low Vision melakukan perlindungan dan perawatan mata secara ekstra. Bukan hanya menjalani saran medis dan pemeriksaan berkala, individu Low Vision punya cara unik yang terkadang tidak terpikirkan oleh orang dengan penglihatan jelas.
"Cara utama dan dilakukan oleh hampir semua penyandang Low Vision adalah menghindari paparan sinar ultraviolet yang langsung mengenai mata," kata Henri. Supaya tidak terpapar sinar ultraviolet matahari, Hendri melindungi matanya dengan memakai topi.
Hendri juga memilih jalur pedestrian yang teduh saat harus berjalan kaki. Dia pun mengurangi banyak aktivitas di luar ruangan atau berada di ruangan yang terlalu terang, Hendri pun menghindari perubahan kondisi terang ke gelap atau sebaliknya yang terlalu ekstrem, misalkan dengan tidak masuk keluar bangunan terlalu sering.
Sementara Cintya Cempaka, penyandang Low Vision karena Aneurisma Cerebralis memilih tidak terlalu sering terpapar sinar dari layar komputer atau ponsel. Ibu satu anak ini meredupkan kontras ponsel atau laptopnya, hingga pencahayaannya hanya 10 persen.
"Saya memilih memakai aplikasi pembaca layar ketika harus mengoperasikan komputer atau ponsel," katanya. "Lebih baik menggunakan suara saja dan saya berusaha agar mata tidak bekerja terlalu keras."
Aneurisma Cerebralis adalah kelainan pembuluh darah di dekat otak kecil. Apabila mata terpapar sinar apapun yang terlalu terang atau tajam, dapat menimbulkan sakit kepala dengan derajat ringan sampai berat. hebat. "Seperti ada kunang-kunang dan saya pernah sampai pingsan," ujarnya.
Cintya juga menghindari membaca buku atau dokumen dengan tulisan berukuran kecil. Jika harus mengerjakan arsip non-digital, dia selalu memakai kaca pembesar untuk membaca tulisannya. Terkadang dia minta dibacakan atau memindai dokumen tersebut, lalu mempelajarinya melalui pembaca layar di laptop.
"Pada akhirnya saya jarang membaca buku secara harfiah," kata Cintya. Namun demikian, kini banyak buku digital yang tersedia dalam bentuk audio atau bisa memahami isinya lewat aplikasi pembaca layar.
Hendri dan Cintya juga mengkonsumsi suplemen untuk kesehatan mata. Dokter menyarankan Hendri rutin minum vitamin A untuk mencegah degradasi retina. Sedangkan Cintya mengkonsumsi suplemen bernama Super Vision.
Bagi penyandang Low Vision, merawat penglihatan melalui kebiasaan tertentu jauh lebih ampuh dibanding mengkonsumsi suplemen untuk mata. "Memang pada akhirnya banyak mengurangi kegiatan tertentu dan menjalani hidup yang lebih terbatas. Tetapi ini harus dihadapi, minimal supaya penglihatan tidak jauh berkurang," kata Cintya.
Fungsi mata bagi penyandang Low Vision lebih banyak digunakan untuk mobilitas, seperti melihat jalan atau mengenali orang. Kegiatan yang memberi beban lebih besar pada mata, misalkan membaca, mengidentifikasi objek kecil, atau melihat jauh sudah tidak lagi dilakukan. Dengan fungsi mata yang terbatas, individu Low Vision dapat dikelompokkan sebagai penyandang disabilitas netra, meski secara kasat mata, bentuk mata mereka tidak berbeda dengan non-difabel.
Baca juga:
Ketahui Seperti Apa Al Quran Braille dan Bagaimana Tunanetra Membacanya