Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Difabel Protes Proses Rekrutmen Pegawai di Amerika Pakai Artificial Intelligence

image-gnews
Ilustrasi difabel. Shutterstock
Ilustrasi difabel. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis penyandang disabilitas di Amerika Serikat memprotes penggunaan Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan dalam proses perekrutan pegawai. Mereka menganggap proses perekrutan menjadi diskriminatif karena ada fitur kecerdasan buatan yang tidak terakses pelamar difabel.

Salah satu fitur seleksi yang tak terakses untuk difabel adalah psikotes dan penggunaan metriknya. Dalam dua unsur itu, setidaknya ada sembilan komponen penilaian yang mencakup sikap toleransi dan manajemen risiko. Pelamar difabel tak dapat mengetahui hasil tes dari unsur-unsur penilaian itu.

Bukan cuma tak bisa mengakses hasil psikotes. Saat pelamar dengan disabilitas masuk proses seleksi, mereka harus memilih tiga kategori difabel, yakni buta warna, ADHD, atau dislekia. "Kami wajib memilih satu meski kami menyandang ragam disabilitas yang lain," kata Henry Claypool, advokat sekaligus aktivis penyandang disabilitas, seperti dikutip dari situs Technology Review pada Rabu, 21 Juli 2021.

Jika pelamar difabel tidak memilih satu dari tiga ragam disabilitas tadi, menurut Claypool, maka mereka tak bisa mengikuti seleksi. Artinya, otomatis tereliminasi. "Ini mengkhawatirkan," ucapnya. Untuk diketahui, sejumlah perusahaan di Amerika Serikat menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam menyeleksi calon karyawan, terutama dalam tahap psikotes. Cara ini dianggap lebih efisien dan efektif untuk menyaring tenaga kerja.

CEO Center for Democracy and Technology, Alexander Givens mengatakan seharusnya teknologi kecerdasan buatan mampu mengakomodasi banyak kategori pencari kerja. Pertanyaan terbuka dalam Artificial Intelligence justru menguntungkan perusahaan karena mampu mengambil data sebanyak mungkin dari masyarakat, termasuk pencari kerja difabel.

"Data ini dapat digunakan untuk mencari bentuk seleksi yang tepat untuk berbagai ragam disabilitas," katanya. Givens mengakui ada banyak teknologi kecerdasan buatan yang gagal dalam mengidentifikasi potensi pencari kerja karena menerapkan proses seleksi tertutup.

Givens melanjutkan, harus ada perbaikan algoritma Artificial Intelligence agar dapat mengakomodasi kebutuhan pencari kerja difabel. "Jangan sampai teknologi seleksi ini menyingkirkan atau menutup peluang penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan," ucapnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lantaran banyaknya keluhan penerapan Artificial Intelligence dalam perekrutan tenaga kerja yang tidak terakses penyandang disabilitas, sebelas senator Amerika Serikat melayangkan surat pada Komite Kesetaraan dan Kesempatan Kerja untuk mengkaji penerapan proses seleksi yang menerapkan teknologi kecerdasan buatan. Dari sisi perusahaan, ternyata Artificial Intelligence yang tidak pas mengakibatkan bagian sumber daya manusia perusahaan itu menyeleksi dan mengidentifikasi ulang para karyawan baru.

Sayangnya, Komite Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Amerika Serikat menyatakan tidak dapat melakukan investigasi ke perusahaan-perusahaan yang menerapkan teknologi Artificial Intelligence saat seleksi. Musababnya, setiap perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih teknologi kecerdasan buatan sesuai kebutuhan mereka. Terlebih, ada banyak penyedia jasa seleksi yang menerapkan Artificial Intelligence ini.

Komite baru bisa menyelidiki jika ada kasus spesifik dari seleksi yang merugikan calon pelamar difabel. "Kami hanya dapat mengimbau perusahaan menggunakan teknologi kecerdasan buatan yang terakses bagi siapapun dan tidak merugikan calon pelamar," kata Keith Sonderling, Ketua Kesetaraan dan Kesempatan Kerja Amerika Serikat.

TECHNOLOGY REVIEW | CENTER FOR DEMOCRACY AND TECHNOLOGY

Baca juga:
Bagaimana Ketentuan Vaksinasi Covid-19 untuk Disabilitas?

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


IPB University Buka Pendaftaran S1 Kecerdasan Buatan hingga 28 Juli 2024, Cek Syarat dan Cara Daftarnya

16 jam lalu

Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).
IPB University Buka Pendaftaran S1 Kecerdasan Buatan hingga 28 Juli 2024, Cek Syarat dan Cara Daftarnya

IPB University buka pendaftaran mandiri program S1 Kecerdasan Buatan sampai Minggu, 28 Juli 2024


IPB University Buka Prodi S1 Kecerdasan Buatan, Pendaftaran Lewat Jalur Mandiri

1 hari lalu

Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB).
IPB University Buka Prodi S1 Kecerdasan Buatan, Pendaftaran Lewat Jalur Mandiri

IPB University membuka Program Studi (Prodi) Sarjana (S1) Kecerdasan Buatan.


Samsung Innovation Campus Bekali Siswa dan Mahasiswa Keterampilan Berbasis IoT dan AI

1 hari lalu

Peserta Samsung Innovation Campus mengikuti AI Product Development Bootcamp, rangkaian program Samsung Innovation Campus Batch 5 2023/2024. (Samsung)
Samsung Innovation Campus Bekali Siswa dan Mahasiswa Keterampilan Berbasis IoT dan AI

Inisiatif yang dilakukan Samsung dalam mengemas keseluruhan program Samsung Innovation Campus tahun ini didasari oleh tren teknologi, khususnya AI.


Kecanggihan Artificial Intelligence Ternyata Mempermudah Penelitian Ilmiah

2 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Kecanggihan Artificial Intelligence Ternyata Mempermudah Penelitian Ilmiah

Menurut BRIN, AI dapat mempermudah proses editorial dan pengeditan naskah ilmiah menjadi lebih efisien, serta meningkatkan kualitas jurnal yang dihasilkan.


Begini Westlife Rilis Single Baru dalam Bahasa Mandarin Pakai AI

7 hari lalu

Boyband Westlife tampil dalam konser bertajuk
Begini Westlife Rilis Single Baru dalam Bahasa Mandarin Pakai AI

Westlife merilis lagu terbaru menggunakan kecerdasan buatan alias AI dalam bahasa Mandarin dan berhasil merebut hati para fans di China.


Cina Kembangkan Model Prakiraan Cuaca Gunakan Kecerdasan Buatan

7 hari lalu

Ilustrasi Kecerdasan Buatan (Yandex)
Cina Kembangkan Model Prakiraan Cuaca Gunakan Kecerdasan Buatan

Ilmuwan Cina telah mengembangkan sebuah model baru untuk prakiraan cuaca sub-musiman menggunakan kecerdasan buatan


GoTo Luncurkan Dira, Asisten Suara Berbahasa Indonesia Pertama di Industri Fintech

8 hari lalu

Tampilan asisten Dira AI by GoTo di aplikasi GoPay . Dok. GoTo
GoTo Luncurkan Dira, Asisten Suara Berbahasa Indonesia Pertama di Industri Fintech

GoTo memperkenalkan "Dira by GoTo AI", asisten suara dalam Bahasa Indonesia berbasis AI yang saat ini dapat digunakan di aplikasi GoPay


Penjelasan Kampus soal Nilai Peserta Simak UI yang Diduga Gunakan AI dan Lolos Jadi Maba

9 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Penjelasan Kampus soal Nilai Peserta Simak UI yang Diduga Gunakan AI dan Lolos Jadi Maba

Sempat ramai di media sosial soal peserta SImak UI yang menggunakan AI untuk menjawab soal.


UI Bantah Ada Joki atau Orang Dalam di Proses Seleksi Jalur Mandiri

9 hari lalu

Gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI). (ANTARA/Feru Lantara)
UI Bantah Ada Joki atau Orang Dalam di Proses Seleksi Jalur Mandiri

UI menepis adanya praktik joki atau bantuan dari orang dalam saat penyelenggaraan seleksi calon mahasiswa baru melalui jalur mandiri.


Riset AI di Dunia Pendidikan, Mayoritas Jawaban ChatGPT Tak Terdeteksi oleh Penguji

10 hari lalu

Ilustrasi kecerdasan buatan atau AI. Dok. Shutterstock
Riset AI di Dunia Pendidikan, Mayoritas Jawaban ChatGPT Tak Terdeteksi oleh Penguji

Riset University of Reading, Inggris, menunjukkan mayoritas ujian yang dikerjakan AI tak terdeteksi penguji. Nilai jawaban ChatGPT lebih tinggi.