TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Agung Suprio merespons adanya konten yang menyinggung dan menstigma difabel. Menurut dia, selain pembuat konten, pengelola platform atau media tempat konten itu tersebut tayang juga semestinya terkena sanksi.
Agung mencontohkan bagaimana pemerintah Australia dengan ketat mengawasi isi platform media sosial, salah satunya YouTube. Pemerintah Australia wajibkan YouTube berkantor di sana dan mempekerjakan warga negara Australia. Dan apaabila ada konten yang melanggar dan lolos tayang, maka YouTube terkena sanksi. Sebab itu, menurut Agung, pemilik platform juga harus berhati-hati dengan apa yang mereka tayangkan.
Berbeda dengan di Indonesia di mana YouTube tidak berkantor di sini, maka konten Deddy Corbuzier yang dianggap menstigma penyandang disabilitas intelektual, lolos tayang begitu saja. "Di sini yang bertarung adalah konten kreatornya dengan masyarakat, sementara platform-nya aman-aman saja. Padahal dia yang banyak mendulang (pendapatan)," kata Agung Suprio dalam acara Asian Disability Forum, Sabtu 3 Juli 2021.
Dia menyarankan pemerintah mulai mengatur keberadaan platform media sosial agar berkantor di sini serta memiliki staf orang Indonesia. Tujuannya, negara dapat mengatur secara sistematis melalui regulasi kelembagaan platform media sosial apabila ada konten yang melanggar ketentuan umum, seperti ujaran kebencian, pornografi, diskriminasi, hingga penghinaan terhadap penyandang disabilitas.
Berdasarkan Undang -undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, KPI tidak berkewenangan mengatur konten yang diproduksi oleh media sosial. Musababnya, saat undang-undang tersebut dibuat, platform media sosial belum banyak digunakan. KPI hanya dapat meregulasi konten yang diproduksi oleh stasiun televisi yang biasa menayangkan ulang konten yang dibuat oleh pelaku media sosial.
Seperti diketahui, sejumlah organisasi penyandang disabilitas mensomasi Deddy Corbuzier atas tayangan di YouTube yang menyebut 'Orang Gila Bebas Covid-19'. Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti mengatakan ucapan itu merupakan bentuk stigma dan penghinaan karena banyak informasi yang salah dalam merepresentasikan isu orang dengan gangguan jiwa.
"Kami sudah sering menegur, mengadvokasi dan mengimbau berbagai pihak agar tidak lagi membuat komedi yang menghina dan menstigmatisasi penyandang disabilitas mental," kata Yeni Rosa. "Kami rasa solusinya tidak lagi menegur satu per satu, melainkan harus ada perlindungan sistematis dari pemerintah."
Baca juga:
Minta Maaf Soal Konten Orang Gila, Deddy Corbuzier Klaim Bantu Difabel Mental