TEMPO.CO, Jakarta - Zhang Hong, 46 tahun, warga negara Tiongkok, menjadi tunanetra pertama di Asia yang berhasil menaklukan gunung tertinggi dunia, Gunung Everest. Zhaang Hong menadaki gunung karena terinspirasi sosok disabilitas Netra, Erik Weihanmayer, yang 20 tahun lalu berhasil mencapai puncak Gunung Everest.
"Tantangan terbesar adalah cuaca, pemandu saya terus memberi tahu saya tentang kondisi di saya. Tetapi yang saya rasakan hanyalah ketakutan," ujar Zhang Hong seperti dikutip dari situs The World, Senin 21 Juni 2021. Menurut pemandu bernama Qiangzi, cuaca di Gunung Everest mengalami perubahan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Suhu dan kecepatan angin berubah drastis dalam waktu sehari.
Zhang Hong menyadari medan yang bakal ditempuh tidak mudah. Dia berolahraga secara intensif selama beberapa tahun sebelum mendaftarkan diri untuk ekspedisi ke Gunung Everest. Pria yang berprofesi sebagai pemijat di sebuah rumah sakit di Cina, ini berlatih dengan membawa beban berat setiap hari sambil menaiki 100 anak tangga di tempatnya bekerja.
Selama menuju puncak Gunung Everest, Zhang Hong selalu berkomunikasi dengan Qiangzi. Tantangan terberat mereka adalah saat harus berbicara dalam tingkat oksigen yang rendah selama 13 jam. "Saya tidak tahu di mana langkah saya selanjutnya dan saya tidak tahu kondisi esnya," kata Zhang.
Salah satu keuntungan menjadi pendaki gunung tunanetra, menurut Zhang, dia tidak terlalu khawatir dengan bahaya di sekelilingnya. Pendaki dengan disabilitas netra lebih mengkhawatirkan jarak dan waktu yang terasa tiada berujung.
"Bahkan saya tidak percaya ketika pendamping mengatakan kami sudah berada di puncak Gunung Everest," kata Zhang. Musababnya, sepanjang perjalanan, pendamping dan pemandu hanya memberitahu Zhang tentang waktu dan durasi perjalanan. Sementara dia merasa tak kunjung sampai ke tujuan.
Zhang Hong adalah seorang peserta ekspedisi Gunung Everest yang kisah dan perjalanannya didokumentasikan dalam EyeSteelFilm. Ketua tim film dokumenter, Fan Lixin mengatakan, pencapaian Zhang Hong merupakan cermin keberanian luar biasa yang tidak semua orang punya. "Awalnya saya berpikir ini adalah mimpi yang mustahil," kata Fan Lixin.
Zhang Hong membuktikan menaklukkan Gunung Everest bukan hanya mengandalkan kemampuan fisik. Persiapan mental di tengah badai dan kadar oksigen rendah menjadi nilai tambah bagi pendaki gunung dengan disabilitas.
Fan Lixin menambahkan, Zhang Hong menjadi contoh bagaimana orang harus kuat menghadapi segala cobaan hidup. "Kita semua membutuhkan keberanian yang sama untuk menghadapi Gunung Everest dalam setiap kehidupan," katanya.
Baca juga:
Sampah di Gunung Everest Bakal Jadi Karya Seni dan Kembali ke Wisatawan