PBB Pertanyakan Penanganan Penyandang Disabilitas Mental di Indonesia
Reporter
Cheta Nilawaty P.
Editor
Rini Kustiani
Minggu, 13 September 2020 10:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Convention on the Rights of Persons with Disabilities Perserikatan Bangsa-bangsa atau Komite CRPD PBB mempertanyakan penanganan penyandang disabilitas mental di Indonesia. Komite menyampaikan pertanyaan melalui situs resmi beberapa hari lalu dalam bentuk List of Issue.
Pertanyaan tersebut muncul setelah Komite CRPD PBB menerima laporan dari seluruh organisasi penyandang disabilitas Indonesia sejak 2016. Komite PBB mempertanyakan persoalan tersebut kepada pemerintah dan pengelola panti sosial di Indonesia.
Organisasi Perhimpunan Jiwa Sehat mencatat ada tiga masalah utama dalam penanganan penyandang disabilitas mental yang menjadi pertanyaan Komite CRPD PBB tadi. Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti menyampaikan tiga masalah tersebut adalah pengelola panti yang masih memasung atau mengurung disabilitas mental dan informed consent di rumah sakit atau tindakan medis yang tidak diketahui/dipahami atau tidak mendapatkan izin dari pasien dengan disabilitas mental atau keluarganya.
"Serta kedudukan penyandang disabilitas mental yang tidak diakui dalam sistem peradilan," ujar Yeni Rosa dalam konferensi pers The List of Issues Komite PBB pada Kamis 9 September 2020. Menurut Yeni Rosa, saat ini masih banyak panti rehabilitasi sosial yang masih menerapkan pemasungan atau pengurungan bagi penyandang disabilitas mental.
Begitu pula rumah sakit yang tidak memperbolehkan difabel mental menandatangani informed consent yang berisi pernyataan mengenai konsekuensi yang harus diterima pasien atas sebuah tindakan medis. "Ini berpengaruh pada pemberian pengobatan ataupun perlakuan medis kepada penyandang disabilitas mental, misalnya pemberian kontrasepsi tanpa sepengetahuan penyandang disabilitasnya," ujar Yeni.
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Maulani Rotinsulu berharap pemerintah dan pemangku kepentingan dalam isu disabilitas dapat memberikan jawaban mengenai pertanyaan tersebut selengkap mungkin. Sebab itu, HWDI dan beberapa organisasi penyandang disabilitas berharap disabilitas menjadi isu multidisipliner.
"Kami berharap pemerntah dapat menanggapi pertanyaan dari komite CRPD PBB ini selengkap mungkin dan secara multi-disipliner dengan di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri," ujar Maulani. Pemerintah Indonesia masih punya waktu untuk menjawab pertanyaan dari Komite Penyandang Disabilitas PBB hingga tahun 2021.
Tanggapan tersebut dapat disampaikan sebelum pelaksanaan sidang HAM PBB di Jenewa. Bila pandemi Covid-19 sudah teratasi dan tidak ada halangan situasi global, sidang ini akan berlangsung pada pertengahan atau akhir 2021.