Kisah Haru Sampai Lucu Relawan Bahasa Isyarat, Bak Main Teater
Reporter
Pito Agustin Rudiana (Kontributor)
Editor
Rini Kustiani
Jumat, 26 Oktober 2018 17:01 WIB
TEMPO.CO, Gunungkidul - Acara Temu Inklusi 2018 di Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta berlangsung dari Senin sampai Jumat, 22-26 Oktober 2018. Banyak tema yang dibahas selama acara tersebut dan mengikutsertakan teman disabilitas sebagai pembicara maupun peserta.
Baca:
Siapa Instruktur Bahasa Isyarat Jokowi di Asian Para Games 2018
Untuk teman Tuli yang hadir di Temu Inklusi 2018, ada sejumlah relawan penerjemah bahasa isyarat yang siap membantu mengalihbahasakan setiap tema diskusi. Seorang relawan dari Juru Bahasa Isyarat atau JBI, Ragil Ristiyanti mengatakan ada sebelas relawan yang didatangkan, namun tak semuanya bisa hadir karena berhalangan.
Pada hari pertama acara, ada puluhan peserta Tuli yang turut serta. "Mereka ada yang baru datang, ada juga yang sudah pulang," kata Ragil. Dua peserta Tuli dari Yogyakarta misalnya, ada pamit pulang lebih dulu di sela sesi seminar. Peserta Tuli bernama Wahyu dan Fikri itu pamit pulang dengan alasan mengantuk.
Kepada Ragil, keduanya berpamitan lewat isyarat tangan. Wahyu dan Fikri beralasan kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Yogyakarta ke Desa Plembutan. Mengetahui alasan itu, Ragil mengatakan, "lebay" melalui bahasa isyarat. "Lebay!" kata Ragil sambil membuat gerakan membuka jembol dan jari telunjuk di atas kepala sembari mengucapkan kata "lebay" yang artinya sesuatu yang berlebihan atau dibuat-buat. Mengetahui itu, Wahyu dan Fikri tertawa.
Peserta Temu Inklusi sejatinya tak perlu pergi pulang karena bisa menginap di rumah warga Desa Plembutan selama acara berlangsung. Ini merupakan bagian dari membangun inklusivitas antara disabilitas dengan mereka yang non-disabilitas.
Baca juga: Velove Vexia Belajar Bahasa Isyarat, Simak Manfaatnya
Pada hari kedua, ada delapan diskusi tematik yang digelar pada waktu bersamaan di tempat berbeda. Acara itu membutuhkan sekurangnya delapan relawan penerjemah. Lantaran keterbatasan jumlah, seorang relawan terpaksa mendampingi lebih dari dua Tuli meski idealnya satu relawan untuk satu Tuli.
Panitia kemudian menempatkan peserta Tuli di satu area di antara peserta lain. Area mereka ditandai dengan selembar kertas bertuliskan 'TULI' yang ditempel di tiang bambu penyangga tenda. Untuk memaksimalkan tugas, para relawan penerjemah yang mengenakan pakaian serba hitam duduk berdekatan. Dengan begitu, seorang relawan akan langsung menggantikan rekannya jika ingin mengambil jeda istiahat.
"Pembicara menyampaikan materi panjang lebar dan kami harus bisa menerjemahkan dengan isyarat singkat yang mudah dipahami Tuli," kata Ragil. Kendala lainnya, peserta Tuli yang datang dari berbagai daerah acapkali mempunyai bahasa isyarat yang berbeda. "Tapi itu bukan masalah besar. Bisa diatasi dengan dibantu lewat gerak mulut dan mimik muka."
Artikel lainnya: 10 Bahasa Isyarat Makeup untuk Insan Tuli
Bak pemain teater, setiap relawan bisa menampilkan mimik wajah yang menunjukkan karakter berbeda. Seperti mimik wajah yang menunjukkan marah, kesal, sakit, bahagia. Jidat berkerut, alis mata yang terangkat, mulut yang mengerucut adalah sekian dari mimik wajah yang ditampilkan.
Mimik wajah itu disesuaikan dengan materi lisan yang tengah disampaikan pembicara. Contoh, ketika pembicara menceritakan kasus pelecehan seksual yang dialami difabel, relawan bahasa isyarat menyampaikannya dengan mimik wajah marah dan sedih.