Menjaga Tunawicara Tetap Bicara, Rahasianya? 4 Jam Setiap Hari
Reporter
Cheta Nilawaty P.
Editor
Susandijani
Sabtu, 8 September 2018 16:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyandang disabilitas wicara, belum tentu tuli. Sebagian dari mereka, dapat mendengar namun tidak memiliki organ yang berfungsi mengeluarkan suara. Banyak terminologi yang mendeskripsikan penyandang disabilitas tanpa suara ini, salah satunya adalah tunawicara.
Baca juga: Bonus buat Disabilitas di Asian Para Games 2018: yang Cepat Dapat
“Salah satu contoh tunawicara adalah mereka yang tidak memiliki langit langit di dalam rongga mulut sejak lahir, otomatis tekanan udara yang harusnya memantul di langit langit saat bicara keluar melalui hidung,” ujar salah satu Terapis Wicara Dari Panti Sosial Bina Rungu dan Wicara Melati, Vivi Indriani, bi PSBRW Nelati, Bambu Apus, Jakarta Timur, Kamis 6 September 2018.
Meski begitu, menurut Vivi tetap ada kesempatan bagi mereka untuk berkomunikasi, meski tanpa suara. Caranya melalui terapi berbicara yang dilakukan setiap saat setiap hari. Alat komunikasi yang digunakan adalah bahasa isyarat.
“Dalam sehari, minimal mereka harus berbicara Dan diajak bicara selama kurang lebih 4 jam,” ujar Vivi. Terapi dapat dilakukan sambil ber interaksi dengan teman teman sesama tunawicara atau dengan teman teman Tuli.
Dalam sesi terapi wicara, Vivi tidak lagi menggunakan metode lama. Yaitu, metode yang dilakukan dengan memegang organ seperti mulut, lidah atau tenggorokan.
“Sekarang model terapi seperti itu sudah tidak diperbolehkan,” ujar Vivi. Terapi dilakukan Vivi melalui Tatap muka dan membaca gerak bibir.
Biasanya, penyandang disabilitas wicara menempuh pelatihan dan pendidikan berkomunikasi selama kurang lebih tiga tahun. Mereka menerima terapi wicara di panti sosial pembinaan atau sekolah luar biasa. Setelah itu, mereka akan kembali kepada keluarga.
“Di dalam keluarga,harus rajin diajak berbicara juga, karena banyak kasus, di keluarganya tidak diajak bicara, anak yang bersangkutan akhirnya kembali enggan berkomunikasi, bahkan ada sampai yang menarik diri dari lingkungan sosialnya,” ujar Vivi.
Di PSBRW Melati peserta binaan diajarkan untuk tetap bersuara. Meskipun, saat berbicara, suara yang keluar tidak seperti orang pada umumnya.
“Ini untuk menjaga kepercayaan diri mereka sekaligus melatih mereka dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain,” ujar Vivi. Bila maksud yang disampaikan kurang jelas , Vivi langsung meminta peserta binaan memperagakan aktivitas yang dimaksudkan.
“Sebab, tidak semua peserta dapat membaca dan menulis, ada sebagian dari mereka yang berasal dari daerah daerah terpencil dan belum tersentuh pendidikan, sehingga bahasa isyarat pun mereka belum bisa,” ujar Vivi. Lantaran bahasa isyarat juga belum dimengerti oleh sebagian peserta , Vivi menggunakan pendekatan interaksi. Sebab, semakin banyak penyandang tunawicara berinteraksi, mereka akan semakin percaya diri dan tahu cara menyampaikan aspirasi.