Tunanetra Nonton Asian Games 2018, Beli Tiket Sampai ke Stadion
Reporter
Cheta Nilawaty P.
Editor
Rini Kustiani
Senin, 20 Agustus 2018 08:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para penyandang disabilitas netra atau Tunanetra menikmati pertandingan di Asian Games 2018 dengan cara berbeda. Ahmad Aminudin, 24 tahun, memilih menonton langsung pertandingan olahraga kesukaannya dengan ditemani pendamping.
Baca juga:
Suami Ratu Kerajaan Ubur Ubur, Tunanetra yang Terbuka Hatinya
"Pendamping saya bisa keluarga atau teman," ujar Ahmad Aminudin saat dihubungi Tempo, Minggu 19 Agustus 2018. Sebagai Tunanetra, Ahmad tidak berarti buta juga terhadap profil atlet unggulannya. Dia mengagumi sosok pemain sepak bola dari Persija, U23 Rezaldi Hehanusa. "Saya suka cara dia menggiring bola, sangat terampil dan tepat."
Lantas bagaimana Ahmad Aminudin menyaksikan pertandingan olahraga secara langsung ke lapangan, termasuk di ajang Asian Games 2018?
Pertama, Ahmad membeli tiket menonton secara online. Sebagai Tunanetra pemakai ponsel dengan aplikasi pembaca layar, dia bisa mengakses situs tiket online, kemudian membeli tiket. Tentu sebelum membeli tiket, Ahmad mencari tahu susunan acara dan agenda pertandingan melalui media online. Dia harus membeli tiket jauh hari sebelum waktu jagoannya berlaga.
Artikel lainnya: Goal Ball, Lomba HUT RI 17 Agustus untuk Tunanetra
Proses pembelian tiket dan pembayaran yang dilakukan secara online lebih memudahkan Ahmad ketimbang datang langsung ke loket. "Saya tidak perlu pergi ke mana-mana. Bisa pesan tiket di mana saya berada," ujarnya.
Bila terdapat halangan saat memesan tiket, barulah Ahmad meminta tolong temannya. Halangan yang dimaksud, menurut dia, misalnya jika informasi yang disuguhkan berbentuk gambar karena aplikasi pembaca layar tak bisa membacakan isinya.
Selanjutnya: Tunanetra ketika menonton pertandingan atau di stadion
<!--more-->
Di hari pertandingan, Ahmad mengajak seorang pendamping yang menemani dan menuntunnya ke kursi penonton. Sebagai Tunanetra low vision, Ahmad kesulitan melakukan mobilitas di malam hari. "Apalagi saya rabun senja. Kalau pertandingannya malam hari, saya berangkat bisa sendiri tapi tidak bisa pulang," ujarnya.
Di dalam lapangan, Ahmad biasanya memilih tribun 2 untuk tempat menonton karena memberikan jarak pandang yang pas. Posisi duduk ini tidak terlalu jauh, juga tidak terlalu dekat untuk mengamati ke mana bola menggelinding. "Walau saya tidak jelas sama sekali ketika melihat pemainnya, tapi saya fokus pada bolanya," ujar Ahmad.
Selain posisi menonton, kondisi pencahayaan di lapangan juga menentukan kualitas pandangan. Lampu yang lebih terang sangat membantu penonton Tunanetra low vision seperti Ahmad. Meski begitu, ada pula Tunanetra yang malah tidak dapat melihat sama sekali di bawah sorotan lampu yang terlalu terang.
Baca: Cara Tunanetra Belajar Memasak
Lain lagi cerita Oki Kurnia, 25 tahun. Tunanetra total yang pernah menjadi atlet paralimpyc dari cabang olehraga tenis meja, mewakili DKI Jakarta ini lebih suka menonton pertandingan langsung dari pinggir lapangan. "Kalau dari pinggir lapangan, saya dapat memperkirakan posisi bola dari suara saat ditendang. Feel-nya juga lebih dapat," ujar Oki.
Baik Oki maupun Ahmad sependapat bila saat masuk tempat pertandingan, penonton penyandang disabilitas harus lebih dulu datang dan masuk sebelum penonton non-disabilitas.
Setelah pertandingan usai, penonton dengan disabilitas keluar sesudah penonton non disabilitas. Cara untuk menghindarkan diri dari kerumunan padat karena dapat menghambat mobilitas.
Berita lainnya: Mahasiswa UI Ciptakan Alat Bantu Baca Buku untuk Tunanetra