Bahkan di Kota Kupang, di TPS 003, Kelurahan Naikoten 1, Petugas KPPS enggan mencatatkan pemilih difabel kedalam daftar pemilih yang memiliki disabilitas. Dalam catatan hasil perhitungan suara, jumlah pemilih difabel ditulis nol. Selain itu masih banyak bilik suara yang menggunakan anak tangga dan licin sehingga menjadi hambatan bagi pemilih difabel pengguna kursi roda.
"Petugas KPPS beralasan, mereka belum paham tentang bagaimana memberikan akomodasi yang layak bagi difabel," tulis catataan pemantauan pemilu akses 2024 ini.
Keempat, pada difabel mental psikososial, pemungutan suara dilakukan di panti rehabilitasi yang terpisah dengan TPS lainnya. Petugas terdiri dari KPPS, saksi dan Linmas. Upaya ini diapresiasi karena telah mengakomodir hak politik bagi difabel mental psikososial, tetapi kerahasiaan pilihan dari para pemilih tidak dapat terjamin. Ini terjadi di rumah singgah Dusaroso, Kebumen Jawa Tengah.
Nur Syarif Ramadhan, Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas menegaskan bahwa temuan-temuan di atas baru sebagian kecil dari hasil pemantauan. Hingga saat ini, data dari masing-masing TPS dan wilayah pemantauan tengah dianalisa dan diolah. Masih banyak informasi dan temuan dari pemantau di lapangan terkait pelanggaran-pelanggaran selama proses pemilihan berlangsung.
“Temuan ini masih sebagian kecil. Para pemantau dalam proses penginputan data dan mengirim nya ke Tim aksi kolektif. Kemungkinan masih banyak temuan-temuan lain yang akan muncul,” kata Nur Syarif.
Sementara itu, M. Joni Yulianto, Direktur SIGAB Indonesia menuturkan penyelenggaraan Pemilu 2024 ini mengalami kemunduran. Pelaksanaan dan pemberian akomodasi bagi pemilih difabel tidak dipersiapkan dengan serius, meski aturan yang ada sudah memandatkan. Selain itu keseluruhan temuan-temuan dari pemantau aksi kolektif yang bertugas akan ditindaklanjuti, terutama kepada penyelenggara Pemilu untuk perbaikan di masa mendatang.
“Temuan awal dari pemantauan ini mengkonfirmasi betapa keberadaan difabel belum menjadi arus utama dalam penyelenggaraan PEMILU. Temuan survey beberapa minggu lalu yang kami lakukan, ditambah temuan pemantauan ini mengkonfirmasi bahwa pemilih rentan, termasuk difabel, masih menjadi pemilih kelas dua. KPU dan BAWASLU selaku penyelenggara PEMILU tentu berkewajiban untuk menindak-lanjuti temuan ini sebagai perbaikan, baik untuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (PILKADA) yang akan berlangsung di tahun ini, maupun PEMILU mendatang,” kata Joni Yulianto.
Pemantauan yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh SIGAB Indonesia, FORMASI Disabilitas dan Pusat Rehabilitasi YAKKUM ini diikuti oleh 223 pemantau yang tersebar di 223 TPS, 42 Kabupaten yang tersebar di 20 Provinsi di Indonesia. Pemantauan melibatkan jaringan organisasi dan pegiat difabel di berbagai daerah ini difokuskan untuk mengamati proses pemenuhan hak politik difabel sepanjang Pemilu 2024.
Pilihan Editor: Prosedur dan Cara Difabel Mengikuti Pencoblosan Pemilu 2024, Begini Penjelasan KPU