TEMPO.CO, Jakarta - Sosialisasi informasi dan diseminasi hasil studi mengenai vaksinasi Covid-19 bagi difabel perlu ditingkatkan. Tujuannya, tidak ada lagi penyandang disabilitas yang merasa takut dan memilih tidak divaksin.
Ketua Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia atau HWDI, Maulani Rotinsulu mengatakan, sosialisasi informasi dan diseminasi studi vaksinasi Covid-19 dapat diberikan dalam bentuk penyuluhan bagi keluarga difabel. Musababnya, pendapat keluarga selalu menjadi acuan bagi penyandang disabilitas dalam mempertimbangkan sesuatu.
"Bagi penyandang disabilitas, pendapat keluarga sangat mempengaruhi keputusan mereka ketimbang anggapan orang lain," kata Maulani Rotinsulu dalam webinar yang diadakan oleh Koalisi Masyarakat untuk Akses Vaksinasi Bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan pada Rabu, 13 Oktober 2021.
Sebuah studi yang dilakukan jaringan organisasi disabilitas terhadap 225 ribu penyandang disabilitas penerima vaksin Sinofarm di 13 provinsi di Indonesia menunjukkan difabel yang tidak disetujui oleh keluarganya untuk mendapatkan vaksin, tidak akan datang ke sentra vaksinasi. Padahal sebenarnya penyandang disabilitas itu mau divaksin.
Lokasi vaksinasi Covid-19 yang tidak dapat diakses juga menjadi salah satu sebab penyandang disabilitas gagal divaksin. Maulani mencontohkan, di Aceh, tempat vaksinasi berlangsung di lantai dua. Lokasi seperti ini tentu tidak dapat diakses penyandang disabilitas fisik pengguna kursi roda.
"Kami merekomendasikan agar pusat vaksinasi dilakukan di tempat yang lebih terpusat, seperti kelurahan atau balai desa," kata Maulani. Petugas vaksinasi juga dapat bekerja sama dengan puskesmas di wilayah setempat untuk jemput bola atau datang langsung ke tempat tinggal penyandang disabilitas.
Hambatan lain dalam vaksinasi Covid-19 bagi penyandang disabilitas adalah keterbatasan informasi mengenai komorbiditas atau penyakit penyerta. Ketidaktahuan difabel terhadap penyakit bawaan mereka karena terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan. "Mereka tidak punya informasi medis yang cukup dan tidak lulus pemeriksaan medis sesaat sebelum vaksinasi," ujarnya.
Hambatan percepatan vaksinasi Covid-19 terhadap kelompok rentan, menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono harus segera diatasi. Musababnya, terdapat potensi gelombang ketiga pada akhir tahun saat libur Natal dan tahun baru 2022.
"Pemerintah harus membuat kebijakan massive mobilisation saat libur Natal dan tahun baru," kata Pandu Riono. Musababnya, dia melanjutkan, sudah terbukti bahwa pergerakan orang dalam waktu bersamaan menjadi salah satu penyebab penularan utama dan peningkatan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19.
Sebuah penelitian terbaru dari Johns Hopkins University, Maryland, Amerika Serikat menunjukkan, terdapat 17 persen responden yang berasal dari Indonesia menyatakan tak perlu divaksin. Di sisi lain, vaksinasi Covid-19 juga belum merata. Hanya Pulau Jawa, Bali, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau yang telah mencapai angka 50 persen untuk vaksinasi dosis pertama.
Tidak hanya itu, masih ada beberapa wilayah dan kelompok masyarakat tertentu di Indonesia yang belum memiliki akses ke sentra vaksinasi. Di antaranya masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Bila percepatan vaksinasi Covid-19 bagi kelompok tersebut tidak dapat dijangkau, maka mereka menjadi yang paling riskan terinfeksi.
Baca juga:
3 Orang yang Mengantar Difabel untuk Vaksinasi Covid-19 Bisa Sekalian Divaksin