TEMPO.CO, Yogyakarta - Para siswa dan guru difabel netra di Sekolah Luar Biasa atau SLB Yaketunis, Yogyakarta, menggelar simulasi bencana pada Jumat, 26 April 2019. Kepala Sekolah SLB Yaketunis Yogyakarta Andarini Eka, mengatakan sebelum melakukan simulasi, pihak sekolah melakukan sosialisasi tanggap bencana kepada para siswa, guru, orang tua siswa, dan penduduk di sekitar sekolah.
Baca: Yang Dilakukan Jika Bayi dalam Kandungan Terdeteksi Down Syndrome
"Kami sudah melakukan simulasi bencana pada tiga bulan lalu dan akan diterapkan dua kali setahun," kata Andarini Eka. "Kami membiasakan anak-anak tunanetra siap menghadapi bencana apapun yang datang sewaktu-waktu."
Bagi anak-anak tunanetra di sekolah, ada sejumlah tahapan yang dijalani dalam menghadapi situasi bencana, khususnya gempa. Andarini menjelaskan, langkah pertama adalah orientasi mobilitas. Anak diajak mengenal lingkungan sekitar, baik di dalam ruangan maupun di luar ruang kelas. "Bila tak mengenal lingkungannya, anak bisa kebingungan bagaimana cara menyelamatkan diri," kata Andarini.
Para siswa dan guru SLB Yaketunis Yogyakarta menjalani simulasi gempa pada, Jumat, 26 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Ketika baru merasakan gempa atau goncangan, anak-anak diminta tenang. Mereka kemudian diarahkan untuk meraih benda-benda di sekitarnya, seperti tas atau buku. Untuk diketahui, buku-buku anak difabel netra cukup tebal karena bertuliskan huruf Braille. "Jadi bisa dipakai untuk melindungi kepala," kata Andarini.
Selanjutnya, menyelamatkan diri dengan masuk ke kolong meja masing-masing. Setelah kondisi tenang, para siswa menuju pintu keluar untuk berkumpul di titik kumpul yang sudah ditentukan.
Baca juga: Pemilu 2019, Intip Kisah Difabel dan Lintasan Roda Dadakan
Ketika para siswa dan guru sudah mempelajari tanggap bencana gempa bumi, Andarini masih memikirkan bagaimana cara mereka menghadapi bencana kebakaran. Di SLB Yaketunis, Yogyakarta terdapat 7 guru yang seluruhnya difabel netra, meliputi 1 low vision dan 6 difabel netra total. "Saya khawatir mereka kesulitan mendeteksi asal nyala api, meski kami punya tabung pemadam kebakaran," kata Andarini.
Para siswa dan guru SLB Yaketunis Yogyakarta menjalani simulasi gempa pada, Jumat, 26 April 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Seorang guru di SLB Yaketunis, Dwi Nugroho mengakatakan saat terjadi bencana, seluruh guru sepakat mengutamakan upaya penyelamatan terhadap anak-anak. "Apabila ada suara sirine, kami dan anak-anak dilatih untuk tidak langsung lari," kata dia.