TEMPO.CO, Yogyakarta - Down syndrome merupakan kelainan akibat kelebihan kromosom. Umumnya manusia mempunyai 23 pasang kromosom, sehingga mempunyai 46 kromosom. Anak dengan down syndrome mempunyai kelebihan satu kromosom atau trisomi 21 sehingga total berjumlah 47 kromosom.
Baca: Sebab Anak Down Syndrome Sebaiknya Masuk Sekolah Inklusif
Trisomi 21 artinya terdapat tambahan, baik penuh atau sebagian dari kromosom 21. Istilah down syndrome diambil dari nama dokter asal Inggris yang bernama John London Down.
Sebab itu, dokter spesialis patologi anatomi Oei Hong Djien mengingatkan jangan sekali-sekali menggunakan istilah penyakit untuk down syndrome. "Karena syndrome bukan penyakit, melainkan kumpulan gejala,” kata Oei Hong Djien saat membuka pameran lukisan tunggal bertajuk Titik Balik karya anak down syndrome, Putri Pertiwi di Bentara Budaya Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Artikel terkait: Putri Pertiwi, Down Syndrome Pameran Tunggal Seni Sketsa
Oei Hong Djien yang juga kolektor dan kurator lukisan menjelaskan, anak yang lahir dengan down syndrome ditandai dengan bentuk raut wajah yang khas. Juga mempunyai kelemahan pada otot motorik dan perkembangan intelektual lambat.
Sekretaris Pusat Informasi dan Kegiatan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome atau POTADS, Titik Rahayuningsih mengatakan ketika dokter memberitahu kalau anak dalam kandungan mengalami down syndrome, maka paramedis dan orang tua mesti melakukan tindakan penting setelah anak itu lahir. Berikut ini pengecekan yang mesti dilakukan setelah anak down syndrome lahir.
1. Pengecekan kondisi jantung, paru, pendengaran, penglihatan karena anak dengan down syndrome mempunyai penyakit bawaan. “Hasil screening ini bisa digunakan untuk memastikan jenis terapi yang akan diterapkan pada bayi,” kata Titik.
2. Bayi menjalani fisioterapi untuk menguatkan otot motoriknya yang lemah. Dari hasil fisioterapi, bayi diharapkan bisa tengkurap, duduk, merangkak, hingga berjalan sendiri. “Kalau ada kasus jantung bocor, ini mesti diatasi dulu baru kemudian fisioterapi. Sebab fisioterapi itu latihan fisik,” kata Titik.
3. Okupasi terapi atau sensorik integrasi untuk melatih saraf motorik kasar dan halus. Semisal untuk membantu anak menulis, berlari, meloncat, menjaga keseimbangan tubuh. “Okupasi terapi bisa dilakukan setelah anak sudah bisa duduk sendiri,” ucap Titik.
Artikel lainnya:
Cerita Menggali Potensi Anak Down Syndrome dari Payakumbuh