TEMPO.CO, Jakarta - Aksesibilitas bagi insan Tuli di tempat umum seperti stasiun kereta dan rumah sakit perlu ditingkatkan. Musababnya, fasilitas bagi insan Tuli kerap luput dari perhatian karena dianggap hampir sama kegunaannya dengan orang pada umumnya.
Baca juga:
Teater Tujuh Unjuk Kehebatan Akting Para Pemain Tuli
Implan Koklea Bantu Penyandang Disabilitas Pendengaran
"Di stasiun, setiap pengumuman biasanya menggunakan pengeras suara, sehingga papan tulisan yang memberikan informasi nama stasiun dan penunjuk arah sering terabaikan," kata seorang insan Tuli, Siti Rodiah di Jakarta. Kalaupun ada papan informasi, dia melanjutkan, kondisinya tidak terawat bahkan kerap dibiarkan rusak.
Dalam beberapa kasus, Siti Rodiah menjelaskan, tulisan yang tertera di papan informasi justru berbeda dengan suara atau keadaan sebenarnya. Jika sudah begini, para insan Tuli tidak tahu harus bertanya ke mana lantaran tidak semua orang mengerti bahasa isyarat.
Selain stasiun, tempat umum yang sering luput aksesibilitasnya untuk para insan Tuli adalah rumah sakit. Beberapa rumah sakit besar, terutama untuk antrean pengguna BPJS masih menggunakan metode absen panggil. Padahal, menurut Rodiah, antrean kesehatan untuk BPJS sangat banyak. Begitu pula, di beberapa fasilitas kesehatan lainnya seperti Puskesmas.
"Saya sering datang duluan tapi diperiksa paling belakang karena dipanggil menggunakan suara. Saya tidak tahu bila nomor absen atau nama saya dipanggil," kata dia. Sebab itu, Siti Rodiah menyarankan ada papan tulis atau pengumuman digital untuk menginformasikan nomor urut berapa yang dipanggil.
Salah satu akses informasi yang juga membingungkan bagi insan Tuli, menurut Siti Rodiah, adalah penulisan tempat di papan digital bus Transjakarta. Menurut pengajar di pusat bahasa isyarat Indonesia ini, informasi tulisan yang tersaji di papan digital masih halte pertama, padahal posisi bus sudah melewatinya.
Bukan hanya berimbas pada insan Tuli, luputnya perbaikan akses informasi baik melalui suara maupun papan informasi juga berpengaruh pada penyandang disabilitas lainnya, salah satunya Tunanetra. "Saya yang Tunanetra juga sering terlewat ketika hendak turun karena informasi yang diperdengarkan tidak sesuai dengan tempat bus berhenti," ujar Santi Puspita, seorang Tunanetra yang kerap bepergian menggunakan bus Transjakarta.