TEMPO.CO, Jakarta - Telinga memiliki ambang batas bunyi-bunyian yang aman didengar. Bila kekerasan suara yang didengar melebihi batas aman dan terjadi terus-menerus, maka kondisi ini akan merusak organ pendengaran.
Baca juga:
Telinga Sakit Usai Penerbangan, Begini Proses Terjadinya
Cara Mendeteksi Gangguan Pendengaran pada Bayi Baru Dilahirkan
"Batas bunyi yang aman didengar adalah sampai 80 desibel dan durasinya tidak lebih dari 8 jam sehari, setelah itu harus ada kompensasi istirahat buat telinga dengan tempo yang sama, yaitu 8 jam," ujar ahli audio-vestibular yang juga dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokkan dari Rumah Sakit Premiere Bintaro, Siti Faisa di Cochlea Training and Experience Center atau CTEC.
Bila bunyi yang didengarkan di atas 80 desibel, harus ada tambahan kompensasi istirahat telinga. Faisa mencontohkan, jika bunyi yang didengarkan 90 desibel, maka waktu istirahat telinganya harus ditambah 4 jam menjadi 12 jam. "Kompensasi ini ada perhitungan logaritmanya. Setiap naik 10 desibel, waktu istirahat telinga juga bertambah setengah dari waktu di rentang desibel sebelumnya," kata Faisa.
Ilustrasi anak menutup telinga. shutterstock.com
Kompensasi istirahat telinga bukan berarti tidak boleh mendengar bunyi sama sekali, melainkan hanya mendengar bunyi di bawah 80 desibel. Karena itu, istirahat telinga sebaiknya tidak dilakukan di tempat yang berisik, seperti bengkel, mall dengan musik yang ingar-bingar, jalanan yang macet, dan dekat orang yang berteriak.
Ketentuan untuk mengistirahatkan telinga ini berlaku pada semua kegiatan, termasuk pekerjaan yang beresiko terpapar suara keras, seperti pengeboran, atlet menembak, musikus, dan petugas terminal bandara. Menurut Faisa, orang yang melakukan pekerjaan ini harus dilengkapi alat pelindung dan shelter untuk mengistirahatkan telinga.