TEMPO.CO, Jakarta - Anak dengan disabilitas Cerebral Palsy terkadang kesulitan mengunyah atau menelan makanan. Sebab itu, orang tua atau pendampingnya harus memperhatikan dan mengevaluasi asupan makanan, baik nutrisi, jenis, tekstur, dan cara mengkonsumsinya.
Pendiri Wahana Keluarga Cerebral Palsy, Reny Indrawati mengatakan tekstur makanan yang dikonsumsi anak dengan Cerebral Palsy tidak boleh terlalu cair atau terlalu keras. "Kalau tekstur makanan terlalu encer, makanan malah terlalu cepat masuk dan anak berpotensi tersedak," kata Reny dalam acara Nutrisi dan Layanan Kesehatan untuk Anak dengan Disabilitas di Masa Pandemi, yang diinisiasi oleh Save The Children, Sabtu 26 September 2020.
Apabila membuat makanan dengan tekstur yang terlalu kental, Reny Indrawati menyarankan agar perlahan-lahan saat memandu anak mengkonsumsi makanan tersebut. Adapun makanan yang bertekstur keras, Reny menyarankan harus dihaluskan dulu.
Menurut dokter, filsuf, dan ahli gizi komunitas, Tan Shot Yen, menghaluskan makanan untuk anak berkebutuhan khusus harus menerapkan metode khusus. "Jangan dilakukan dengan cara memamah makanan di dalam mulut orang tua lalu diberikan kepada anak, tapi metode penghalusan melalui penggunaan saringan kawat, kemudian diulek, terakhir diambil hasilnya dari dasar wadah," ujar Tan Shot Yen.
Pengolahan makanan harus bersih, aman, dan memenuhi kebutuhan gizi anak dengan disabilitas. Tan Shot Yen mengatakan makanan harus memenuhi kriteria gizi seimbang, dengan komposisi karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan serat. "Semua itu tidak perlu bahan makanan yang mahal, seperti protein hewani tidak harus daging merah tapi bisa substitusi dengan telur," kata Tan Shot Yen.
Komponen terakhir dari evaluasi pola makan anak dengan Cerebral Palsy yang tidak boleh luput dari perhatian orang tua atau pendamping adalah mood atau suasana hati anak saat makan. Bagi anak dengan Cerebral Palsu, menurut Renny Indrawati, evaluasi kemampuan makan dan minumnya atau eating and drinking ability. "Hasil evaluasi eating and drinking ability ini dapat membantu kelancaran terapi wicara," ujar Renny.
Membangun suasana hati anak berkebutuhan khusus, menurut Tan Shot Yen, memang menuntut kreativitas orang tua dan pendamping. Yang penting adalah membangun suasana yang menyenangkan, namun jangan makan sembari bermain. Tan Shot Yen mengatakan dua aktivitas itu harus dilakukan dalam waktu berbeda.
"Orang tua harus sabar. Saat anak ingin bermain, maka kegiatan makan dijeda dulu sesaat," kata Tan Shot Yen. Jika anak selesai bermain, ajak kembali mereka makan dan fokus terhadap makanannya, bukan pada kegiatan bermainnya.