TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak kuota inklusi di sekolah umum yang belum terpenuhi dalam masa Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB tahun ajaran 2020 - 2021. Berdasarkan data lembaga advokasi Wahana Inklusi Indonesia, ada sekitar dua sampai tiga bangku bagi anak penyandang disabilitas tidak terisi.
"Bahkan beberapa sekolah di Depok ada sampai tujuh kursi untuk siswa difabel yang kosong," kata Tolhas Damanik, Founder Wahana Inklusi Indonesia dalam diskusi bulanan via Zoom Institut Inklusi Indonesia atau III pada Minggu, 5 Juli 2020. Tolhas mengatakan harus diteliti penyebab masih banyak kuota untuk siswa difabel yang belum terisi. "Apakah karena sosialisasinya yang kurang, atau memang orang tua murid yang tidak tahu."
Tolhas Damanik mengatakan pemerintah, dalam hal ini sekolah umum wajib menyediakan akses pendidikan inklusif. Itu adalah amanat Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Selain menyediakan kuota, sistem penilaian juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan siswa difabel.
Suasana pembelajaran siswa-siswa berkebutuhan khusus di kelas tingkat SMU Sekolah Inklusif Galuh Handayani, Surabaya (05/9). TEMPO/Fully Syafi
Dosen Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Yogyakarta, Aini Mahabatti mengatakan ada standar khusus untuk mengukur Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM bagi peserta didik disabilitas. "Kriteria Ketuntasan Minimal 70 bagi peserta didik dengan disabilitas berbeda dengan KKM 70 dari peserta didik non-disabilitas, dan guru tidak boleh memukul rata semua itu," kata Aini.
Baca Juga:
Sementara di luar pulau Jawa masih banyak kendala dalam menerapkan kuota jalur inklusi. Kendati sudah bersifat wajib, masih ada sekolah umum yang menolak menerapkan sistem inklusi bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Salah satunya sekolah negeri di Kabupaten Banjar Baru, Kalimantan Selatan.
Seorang anak penyandang disabilitas intelektual di sekolah menengah pertama negeri dikembalikan kepada orang tuanya karena menolak dipindahkan ke sekolah luar biasa. "Guru di sekolah itu mengatakan kalau mau anak saya naik kelas, harus pindah ke SLB. Tempat dia bukan di sekolah itu," ujar Diki, orang tua siswa berkebutuhan khusus asal Banjar Baru, Kalimantan Selatan.