TEMPO.CO, Bandung - Sekitar 30 penghuni asrama harus hengkang terkait perubahan Panti Sosial Bina Netra menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung. Sejak Selasa malam, 14 Januari 2020 mereka memilih tinggal di trotoar dan halte depan balai.
Sebelumnya mereka memprotes kebijakan pemerintah yang mengubah panti menjadi balai lewat Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018. Aturan itu tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Perubahan itu berdampak juga pada penghuni panti. Asrama yang mereka tempati harus dikosongkan sejak perubahan status berlaku 1 Januari 2019. "Akhir Juni 2019 terminasi atau pengakhiran layanan kepada penghuni asrama," kata Darsono, Kepala Balai Wyata Guna di ruang kerjanya, Rabu, 15 Januari 2020.
Saat berstatus sebagai panti sosial, Wyata Guna menampung siswa tunanetra yang bersekolah di sana dari sekolah dasar hingga kuliah. Asrama juga diperuntukkan bagi peserta rehabilitasi yang mengikuti beberapa materi keterampilan hidup seperti pijat, komputer, dan jenis pekerjaan lain.
Tenda solidaritas para siswa penyandang tuna netra penghuni asrama di Wyata Guna, saat aksi unjuk rasa terkait kisruh antara penghuni asrama dengan Kementerian Sosial, di Bandung, Jawa Barat, Rabu 15 Juni 2020. Para eks penghuni asrama menolak pengusiran akan tetap bertahan di trotoar jalan serta menuntut pemerintah untuk mengembalikan fungsi panti seperti semula. TEMPO/Prima Mulia
Ketika menjadi balai, Wyata Guna hanya mengurusi peserta rehabilitasi. Adapun sekolah bagi siswa tunanetra dari pendidikan dasar hingga 12 tahun dan kuliah dilimpahkan ke pemerintah daerah atau institusi lain.
Pada masa transisi ini, menurut Kepala Seksi Layanan Rehabilitasi Sosial Balai Wyata Guna Hisyam Cholil, pihaknya hanya mengizinkan 20 siswa SLB di sana untuk menghuni asrama. Sampai mereka lulus SMA sekitar enam tahun lagi. Balai kini tidak lagi mengurus soal SLB di Wyata Guna. Dinas Pendidikan Jawa Barat kini yang mengelolanya dengan status pinjam pakai aset Kementerian Sosial hingga lima tahun ke depan. "Karena bukan tugas kami di wilayah pendidikan," kata Cholil.
Sejumlah simpatisan para siswa penyandang tuna netra penghuni asrama di Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat, hadir di aksi unjuk rasa terkait kisruh antara penghuni asrama dengan Kementerian Sosial, Rabu (15/1). Kementerian Sosial merubah nama dan status panti menjadi balai yang berbuntut pada pengusiran 30 pelajar dan mahasiswa penghuni asrama sejak tahun lalu. Para eks penghuni asrama menolak pengusiran akan tetap bertahan di trotoar jalan serta menuntut pemerintah untuk mengembalikan fungsi panti seperti semula. TEMPO/Prima Mulia
Sementara penghuni asrama yang berstatus mahasiswa dikembalikan Wyata Guna ke orang tuanya. Juru bicara kelompok mahasiswa mantan penghuni asrama panti Wyata Guna, Elda Fahmi mengatakan mereka ingin pemerintah mengembalikan fungsi panti dan mencabut Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018. Sementara ini mereka memilih tinggal di trotoar dan halte di depan balai di Jalan Pajajaran Nomor 52.
Dari pantauan Tempo di lokasi, mereka menggelar karpet dan membentangkan terpal jingga sebagai peneduh. Pakaian dan barang lain dari asrama ikut menemani bersama kelompok relawan pendamping. Menurut Elda, mereka masih menimbang untuk pindah ke asrama panti milik pemerintah provinsi Jawa Barat di Kota Cimahi.