TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pengemudi ojek online tuli dan tunarungu terbukti mampu melayani pelanggan mereka yang non-difabel maupun difabel. Khusus untuk pelayanan terhadap pelanggan difabel, sopir ojek online tuli dan tunarungu mesti tahu bagaimana berkomunikasi dengan mereka.
Salah satu kondisi yang dihadapi adalah sopir ojek online tuli atau tunarungu melayani penumpang tunanetra. Seorang pengemudi Go-Send yang juga pengajar bahasa isyarat, Asrul mengatakan ada metode khusus yang perlu diterapkan oleh pengemudi kepada pelanggan tunanetra.
"Namanya metode haptic. Ini adalah cara berkomunikasi yang digunakan pengendara ojek online dengan disabilitas sensori rungu kepada pelanggan tunanetra," kata Asrul di Bedee Cafe dan Kedai Mis U, Jumat 18 Oktober 2019. Metode haptic dilakukan dengan perabaan gerakan tangan pada bahasa isyarat yang dilakukan tunanetra kepada tunarungu ketika berkomunikasi.
Sejumlah pengemudi Gojek mengikuti pelatihan bahasa isyarat di BedeeCafe dan Kedai Mis U, Cinere, Depok, Jumat 18 Oktober 2019. TEMPO | Cheta Nilawaty
Asrul yang mengajar bahasa isyarat di Pusat Juru Bahasa Isyarat Indonesia atau PJBI, menjelaskan cara menyapa tunarungu atau tuli ke tunanetra adalah dengan menempelkan punggung tangan ke telapak tangan pelanggan tunanetra. "Kemudian saya pegang kedua tangan teman tunanetra untuk membuat gerakan bahasa isyarat," kata Asrul. "Satu catatannya, teman tunanetra itu juga tahu bahasa isyarat meski hanya sedikit."
Setelah memperkenalkan diri, pengendara ojek online akan menuntun pelanggan tunanetra ke armadanya, baik sepeda motor maupun mobil. "Caranya, dengan menyodorkan lengan ketika berjalan dan teman tunanetra berpegangan ke lengan itu," ucap Asrul.
Metode haptic biasanya digunakan oleh penyandang multi disabilitas Deaf Blind atau tuli - tunanetra, untuk berkomunikasi. Cara ini cukup efektif, karena penyandang multi disabilitas dapat mendeteksi suara atau pengejaan suara melalui perabaan leher untuk mendeteksi getaran atau meraba gerakan tangan ketika membentuk bahasa isyarat.