TEMPO.CO, Yogyakarta - Difabel yang berurusan dengan perlu mendapatkan pendampingan hingga kasusnya tuntas. Pendamping di sini bukan hanya pengacara, namun juga pihak yang bisa menjembatani segala keperluan yang dibutuhkan dalam proses hukum.
Koordinator Bidang Advokasi Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel atau Sigab, Purwanti mengatakan tak sembarang orang bisa menjadi pendamping bagi difabel yang berurusan dengan hukum. Ada beberapa kriteria dasar yang harus dipenuhi.
"Pendampingan bagi penyandang disabilitas yang berurusan dengan hukum umumnya membutuhkan waktu lama, sampai tahunan. Jadi perlu persiapan ekstra," kata Purwanti dalam diskusi bertajuk Pendampingan dan Bantuan Hukum Difabel Berhadapan dengan Hukum di Ruang Serbaguna Fakultas Hukum UII, Yogyakarta pada akhir Juli 2019.
Ada beberapa syarat pendamping difabel yang berhadapan dengan hukum. Pertama, mengetahui siapa yang didampingi. Mengetahui siapa yang bakal didampingi tentu bukan hanya tahu nama dan apa yang terjadi, melainkan sampai latar belakang pendidikan, kondisi keluarga, sampai bagaimana kehidupan kesehariannya. Pendamping mesti mendengarkan, menyimak, dan komunikatif dengan keluarga serta lingkaran relasi yang dekat dengan difabel yang didampingi.
Kedua, melakukan profile assessment untuk mengetahui jenis disabilitas yang didampingi. Pengetahuan tentang profil disabilitas orang yang didampingi tentu diperlukan untuk mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk berkomunikasi dengannya.
Ketiga, menentukan sejumlah kebijakan. Kebijakan di sini maksudnya menentukan perlu tidaknya keterlibatan ahli yang bisa menunjang kebutuhan difabel dalam proses hukum, misalnya dokter, psikolog, atau ahli bahasa isyarat.
Keempat, melakukan supervisi rutin untuk mengetahui ada tidaknya perubahan perilaku. Contoh, penyandang disabilitas mental intelektual yang menjadi korban kekerasan seksual bisa jadi lebih agresif ketika melihat lawan jenisnya. Pendamping juga harus bisa menjelaskan perubahan perilaku yang terjadi pada difabel kepada pihak yang berkepentingan, misalnya penyidik, jaksa, hakim, dan pengacara.
Kelima, pendamping memiliki jejaring yang mendukung. Pendamping penyandang disabilitas yang berurusan dengan hukum tak bisa berdiri sendiri. Dia tetap harus menjalin hubungan yang intens dengan keluarga difabel dan orang-orang yang memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya pendampingan tersebut.