TEMPO.CO, Jakarta - Penyandang disabilitas netra turut meramaikan HUT RI ke-74 dengan mengadakan lomba literasi nasionalisme melalui huruf Braille. Panitia HUT RI ke-74 di Yayasan Mitra Netra, Suryo Pramono mengatakan para peserta diminta menuliskan lirik lagu nasional dengan cepat dan tepat dengan menggunakan huruf Braille.
"Yang dinilai adalah urutan kata dan ejaan dalam huruf Braille," ujar Suryo yang juga pengajar komputer di Yayasan Mitra Netra, Jumat 16 Agustus 2019. Lomba literasi nasionalisme dalam huruf Braille ini diikuti 10 peserta berusia 9 sampai 15 tahun yang berasal dari Sekolah Luar Biasa.
Selain memupuk rasa nasionalisme, Suryo menjelaskan, perlombaan ini sekaligus melestarikan huruf Braille di era digital. "Seperti diketahui, saat ini tunanetra terutama anak-anak lebih banyak menggunakan pembaca layar dan alat digital lain untuk menulis dan membaca," kata Suryo.
Kondisi ini kerap tidak diikuti dengan ketepatan mengeja. Pembaca layar digital memang bermanfaat bagi Tunanetra dalam melakoni dunia inklusi. Namun di sisi lain menyebabkan anak-anak jarang mengeja huruf ketika membaca. "Bila terus dibiarkan akan menjadi persoalan ketika anak harus menulis," ucap Suryo.
Dalam menulis Braille, tunanetra menggunakan dua alat bernama Reglet dan Stylus. Reglet adalah alat berbentuk seperti penggaris, yang di bagian tengahnya terdapat 6 lubang dalam bentuk kolom berderet. Ada sekitar 12 deret lubang yang digunakan untuk membuat kombinasi titik-titik Braille.
Adapun alat yang digunakan untuk membuat formasi titik dalam huruf Braille adalah Stylus. Alat ini berbentuk seperti paku tumpul, sebesar ibu jari dengan pegangan besar di ujungnya. Stylus digunakan untuk menusuk kertas khusus Braille. Tusukan Stylus tidak sampai melubangi kertas, melainkan hanya membuat titik timbul yang dapat diraba.
Rata-rata setiap anak yang menulis lirik lagu dalam huruf Braille membutuhkan waktu waktu 5 sampai 10 menit. Mereka banyak menggunakan kekuatan ingatan dalam mengaplikasikan formasi titik dalam huruf Braille.
Seorang penulis naskah huruf Braille adalah Rin Sukma Tegar Muslimah. Anak 10 tahun ini sering menulis cerpen dalam huruf Braille hanya dalam waktu 3 sampai 5 menit saja. Biasanya, setelah selesai menulis, ibu Rin Sukma, Suciwati langsung memeriksa. "Alhamdulillah, dia rajin membaca dan mengeja sehingga jarang salah pengejaannya," kata Suciwati.
Kebiasaan siswi kelas V SLB A Pembina, Jakarta Selatan, ini tak hanya melestarikan Braille, melainkan juga menularkan literasi Braille bagi non-disabilitas di sekitarnya. Kebiasaan menulis huruf yang berasal dari sandi morse militer Prancis ini juga sering digunakan Rin Sukma dan Suciwati ketika menuliskan curhat mereka melalui surat. "Dengan begitu, kami merasa lebih dekat tak tak perlu khawatir dibaca orang lain," ucap Suciwati.