TEMPO.CO, Sleman - Besok kita memasuki tahun baru 2019. Apakah kamu sudah punya agenda untuk mengisi malam tahun baru nanti? Bagi teman difabel, keterbatasan bukan alasan hanya berdiam diri di rumah dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.
Baca: Persiapan Teman Difabel Sebelum Rayakan Tahun Baru
Di tahun baru 2019, teman difabel bisa membuat resolusi misalnya akan bertualang ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi misalnya naik gunung atau berwisata ekstrem seperti arung jeram. Setiadi Purwanta membuktikan kendati kemampuan penglihatannya sudah hilang, dia tetap bisa bertualang ke berbagai tempat.
"Saya dan teman-teman pernah mendaki Gunung Merapi dan arung jeram di Sungai Elo," kata Setiadi saat ditemui Tempo di Sekretariat Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas atau KHD, Rabu, 26 Desember 2018. Kegiatan itu dia jalani bersama teman-teman sesama difabel netra yang bergabung di Mardi Wuto Yogyakarta pada 2015 dan 2016. Mereka datang ke berbagai objek wisata yang acapkali disangsikan untuk bisa diikuti tunanetra.
"Hingga 83 persen pengetahuan manusia itu dari mata. Banyak orang berpikiran masak sih orang buta mau melihat macan, naik gunung? Padahal kami antusias sekali," kata Setiadi yang juga Ketua KHD itu. Saat mengikuti arung jeram di Sungai Elo di Magelang, misalnya, setiap perahu karet diisi delapan orang. Terdiri dari empat tunanetra dan empat pemandu. Jadi satu difabel netra didampingi satu pemandu.
Baca Juga:
"Awalnya kami takut karena membayangkan perahu akan terbalik dan kami hanyut, ternyata tidak. Seru sekali," kata Setiadi dengan wajah berbinar. Kunci bagi penyandang disabilitas dalam melakukan berbagai kegiatan, terlebih yang terbilang ekstrem ini adalah mematuhi prosedur standar yang telah ditetapkan. Misalnya, harus memakai pelampung dan mendayung perahu sesuai aba-aba pemandu.
Begitu pula ketika mendaki Gunung Merapi pada 2015 yang diikuti 40 orang. Kegiatan ini melibatkan tunanetra dan mahasiswa pecinta alam. Sebelum mendaki, mereka harus mengikuti latihan orientasi mobilitas untuk mengenali lingkungan. "Jadi kami diajak survei dulu ke lokasi," kata Setiadi.
Artikel lainnya:
Libur Tahun Baru, Tempat Wisata Belum Sepenuhnya Terakses Difabel
Mereka memilih jalur pendakian yang aman dan jalur yang dilewati dibentangkan tali memanjang untuk panduan difabel netra mendaki. Dari 40 peserta dibagi kelompok yang masing-masing beranggotakan lima orang. Setiap satu kelompok ada dua pemandu yang berjalan paling depan dan belakang. Mereka berjalan beriringan. Tangan kanan memegang pundak, tangan kiri memegang tongkat.