TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat yang terjadi pada Minggu, 5 Agustus 2018 memakan korban jiwa hingga ratusan orang. Sebagian besar korban jiwa terjebak di dalam bangunan yang runtuh saat gempa. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menunjukkan jumlah korban jiwa akibat gempa Lombok mencapai 259 orang.
Baca juga:
Kisah Korban Gempa Lombok yang Tinggal di Pengungsian
Korban Tewas Gempa Lombok Bertambah Hampir Dua Kali Lipat
Seorang korban gempa Lombok, Asim, mengatakan kebanyakan korban jiwa tidak sempat menyelamatkan diri saat bangunan mulai roboh. Asim yang juga seorang tunadaksa mengatakan, gempa yang terjadi dua kali dan berdekatan itu membuat semua orang panik. "Tidak terpikir lagi menyelamatkan apapun kecuali diri sendiri," ujar Asim, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Nusa Tenggara Barat, saat dihubungi Tempo, Kamis 9 Agustus 2018.
Menurut Asim, kondisi bencana amat rentan bagi penyandang disabilitas karena tak semua orang sadar akan keberadaan orang lain apalagi untuk menyelamatkan penyandang disabilitas, terutama yang memiliki keterbatasan dalam melakukan mobilitas. "Waktu gempa terjadi, saya berada di dalam rumah bersama kakak dan menantu. Namun saat gempa terjadi mereka langsung berlari ke arah jalan raya, saya yang paling belakang tertinggal di dalam rumah," ujar pria 47 tahun ini.
Seorang wanita memasak di tenda penampungan sementara korban gempa di Lombok, 8 Agustus 2018. Sebanyak 42.239 unit rumah dan 458 sekolah dinyatakan rusak akibat gempa Lombok. AP
Meski tertatih, Asim berusaha bergerak lebih cepat dengan menggunakan tongkatnya sampai ke pinggir jalan raya. Jalan raya menjadi satu-satunya tempat menyelamatkan diri agar terhindar dari reruntuhan bangunan. "Jalan raya juga menjadi akses terdekat yang bisa dicapai oleh orang dengan keterbatasan seperti saya," ujar Asim yang rumahnya kini rata dengan tanah.
Fasilitator Pembangunan Kapasitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Unit Layanan Inklusi Disabilitas Jawa Tengah, Indah Susilawati menyatakan, tindakan yang dilakukan Asi merupakan evakuasi diri sendiri yang harus dimiliki setiap penyandang disabilitas, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana.
"Self protect itu penting. Sebab saat bencana terjadi semua orang akan berubah menjadi egois, termasuk keluarga. Dan ini suatu hal yang manusiawi di saat seperti itu," kata Indah yang juga seorang Tunanetra Low Vision. "Penyandang disabilitas tidak bisa mengandalkan orang lain, bahkan keluarga."