TEMPO.CO, Palembang -Belasan anak muda dari berbagai daerah di Sumatera Selatan sedang mendalami ilmu Al Quran di Pondok Pesantren Tunanetra Cahaya Qolbu, Palembang. Selain ilmu Al Quran, mereka mendalami materi pendidikan agama Islam, pendidikan sosial kemasyarakatan dan pelatihan kewirausahaan.
Diantara para pembelajar ini ada sosok santri yang mengalami kebutaan sejak lahir dan baru divonis buta total saat usianya menginjak 28 tahun. Ini tentang kisah tunanetra pembelajar Al Quran, Andi Sugianto, nama pemuda lajang ini.
Kisah Andi, santri tunanetra
Santri Andi Sugianto (36 tahun) berbaju biru bersama ustad Anto Wibisono selaku pengajar di pondok pesanteren tunanetra Cahaya Qolbu, Palembang. Andi divonis buta total sejak usia 28 tahun. TEMPO/Parliza Hendrawan
Andi terlahir secara normal di sebuah kampung yang asri di Pendopo, Empat Lawang. Saat usia 28 tahun, dokter di sebuah rumah sakit di Jakarta memintanya untuk fokus berobat karena ia menderita ablasio retina akut.
Kisahnya dimulai saat empat tahun setamat SMKN I Lahat pada 2009. Andi memutuskan untuk hijrah ke
Cimone, Tangerang. Di sana ia bekerja pada pusat distribusi toko ritel sambil mengambil jurusan
Teknik Informatika di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer (STMIK) Masa Depan. Awal
kuliah dan kerja dilakukan secara normal namun sakitnya makin parah saat menjelang menyelesaikan tugas akhir atau skripsi pada 2013-2014.
"Saat itu penglihatan semakin terbatas belum buta total tapi pengerjaan skripsi mulai terganggu
sehingga perlu pendampingan teman-teman," kata Andi yang mahir pula mendesain cover buku, spanduk, dan kartu nama, Selasa, 28 Maret 2023.
Dengan penuh keterbatasan, akhirnya anak ke 3 dari 4 bersaudara ini bisa menamatkan kuliah dan menyandang gelar sarjana dari kampus STMIK Masa Depan, Tangerang. Kemudian untuk menjalani pengobatan lebih lanjut, Andi pulang kampung di Empat Lawang dan menjalani pengobatan di Rumah Sakit Muhammad Husein (RSMH), Palembang.
Hingga hari ini, Andi sudah sekitar 9 tahun menyandang status tunanetra. Namun niatnya untuk memperdalam ilmu dunia dan akhirat tidak pernah padam. Bahkan di waktu senggangnya, ia berupaya mencari program beasiswa pascasarjana.
"Awal-awal dulu sempat frustasi, buku-buku saya bakar. Bahkan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup," ujar Andi.
Perdalam Ilmu Al Quran
Andi yang satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya memulai hidup baru di perantauan. Kota Palembang dan Pendopo berjarak sekitar 8 jam perjalanan darat.
Sejak Desember tahun lalu, Andi memutuskan bergabung di Pondok Pesantren Tunanetra Cahaya Qolbu, Palembang. Di sana, ia dan rekan senasib memperoleh ilmu baca tulis Al Quran braille, mendapatkan keterampilan massage dan diajari cara memproduksi dan pemasaran kemplang tunu khas Palembang serta melatih keberanian berjalan sendiri dengan metode orientasi mobilitas (OM).
"Sebelum buta ini saya sudah beberapa kali khatam Al Quran tapi sekarang saya harus belajar dari
nol lagi karena kami menggunakan Al Quran braille," kata Andi di sela-sela kegiatan mengaji dan belajar tata cara pemulian jenazah.
Andi terbilang anak yang cerdas. Belum genap satu semester berada di ponpes tunanetra, ia sudah bisa mengenal huruf hijjayah bahkan dari hari kehl hari bacaannya makin lancar.
Tidak hanya itu, Andi mulai menghafal surah-surah pendek dengan harapan bisa juga menjadi seorang tunanetra penghafal Al-Quran. "Saya bisa sampai di pondok ini karena ada info dari kawan satu ikatan tunanetra. Ikut seleksi dan dinyatakakan lulus," kata dia.
Sementara itu, Hendri Zainuddin, pembina Ponpes Tunanetra Cahaya Qolbu mengatakan pondok ini didirikan secara formal sejak dua tahun yang lalu. Sebenarnya sejak 2018, pondok ini sudah memiliki aktivitas belajar mengajar secara nonformal. Selama itu, pondok ini sudah menelurkan belasan alumni penghafalan Al Qursn.
Pada hafla II November 2022, pondok ini menelurkan 7 santri dan sebelumnya sudah ada 4 santri yang menyandang gelar hafidz atau penghafal Al Quran. Sedangkan pada angkatan ketiga ini, dia memiliki tanggung jawab untuk membina belasan santri dewasa, remaja dan anak-anak.
"Sudah kami rencanakan untuk bangun kampus yang bisa menampung para penghafal Al Quran mulai tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi," kata Hendri yang juga dikenal sebagai ketua KONI Sumsel ini.
Pilihan Editor: Kisah Ayu, Mahasiswi Penyandang Tunanetra Hafal Al-Qur'an dan Raih Juara di Nigeria