Lidya Alvani Taslim
Penyandang disabilitas Tuli
Peserta Miss Deaf Indonesia 2015, peserta Miss Deaf Internasional 2016, juara tiga Miss Deaf Model di Cina pada 2017, juara pertama Pemuda Inspiratif Kota Pontianak 2018, dan pendiri Kafe Cabais.
Lidya Alvani Taslim terlahir dalam kondisi Tuli. Selama 32 tahun dia berusaha menerobos segala tantangan dalam berkomunikasi dan mengukir prestasi. Warga Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, ini bercita-cita agar insan Tuli memiliki akses yang sama dalam berbagai hal, terutama layanan publik.
Sejak kecil, Lidya merasakan sulitnya membangun hubungan karena keterbatasan komunikasi. Tidak ada sekolah di sekitar rumahnya yang memfasilitasi anak berkebutuhan khusus. Orang tua Lidya akhirnya menyekolahkannya di sekolah luar biasa di Kota Pontianak. Di sana, dia belajar bahasa isyarat dan berupaya mewujudkan impian menjadi makeup artist dengan melanjutkan kursus tata rias.
Lidya Alvani Taslim, difabel Tuli pendiri kafe Cabais. Dok. Laporan Program Go Digital Asean di Indonesia
Kepercayaan diri Lidya bertumbuh karena dia membuktikan hasil riasan difabel dengan non-difabel sama bagusnya. Sejak 2010 hingga lima tahun kemudian, Lidya bekerja di beberapa salon. Ujian yang kerap berulang adalah pelanggan tidak memahami bahasa isyarat. Sebab itu, dia berinisiatif mengajarkan rekan kerjanya agar turut menggunakan bahasa isyarat supaya dapat menterjemahkan dan membangun komunikasi yang baik.
Sambil bekerja di salon, Lidya mengikuti berbagai kompetisi. Pada 2015, dia mengikuti ajang Miss Deaf Indonesia, tahun berikutnya mewakili Indonesia dalam acara Miss Deaf Internasional di Las Vegas, Amerika Serikat. Di 2017, Lidya kembali mewakili Indonesia dalam kompetisi Miss Deaf Model di Cina dan meraih juara ketiga. Tahun depannya, Lidya mengikuti kompetisi Pemuda Inspiratif Kota Pontianak dan berhasil menjadi juara pertama se-Kota Pontianak. Saat itu, dia mengajukan gagasan Project Bisindo atau Bahasa Isyarat Indonesia. Proyek inilah yang membuat Lidya aktif di komunitas Tuli.
Pada September 2021, Lidya mengikuti pelatihan go digital untuk penyandang disabilitas di Kabupaten Kubu Raya. Dalam pelatihan ini, dia bertemu dengan sesama penyandang disabilitas. Momentum saling menginspirasi dan menyebarkan semangat. Lidya mengajak teman-temannya menyampaikan kepentingan mereka kepada pemerintah setempat melalui berbagai kegiatan.
Kafe Cabais atau Cafe Bahasa Isyarat yang didirikan oleh Lidya Alvani Taslim menjadi tempat belajar bahasa isyarat dan mempekerjakan difabel Tuli. Dok. Laporan Program Go Digital Asean di Indonesia
Upaya itu pun bersambut. Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memerintahkan dinas pendidikan untuk membuka kelas bahasa isyarat bagi masyarakat dan aparatur sipil negara. Setiap organisasi perangkat daerah harus mengutus pegawainya untuk belajar bahasa isyarat lewat daring dua kali sepekan. Dengan begitu, mereka dapat melayani masyarakat penyandang disabilitas Tuli dan wicara sebagaimana penduduk non-difabel. Dan Lidya menjadi pengajar tetap dari kelas tersebut. Cita-cita Lidya agar difabel, khususnya insan Tuli dapat mengakses layananan pemerintah dengan setara mulai terbuka.
Tak cukup dengan mengajar bahasa isyarat, Lidya membuka sebuah kafe pada akhir 2021. Kafe bernama Cabais alias Cafe Bahasa Isyarat itu menjadi markas belajar bahasa isyarat. Siapapun boleh masuk, belajar bahasa isyarat, sambil menikmati aneka kopi buatan barista Tuli. Bukan sekadar bermodal semangat, Lidya membangun Cabais dengan pertimbangan konsep dan kalkulasi bisnis yang cukup matang, berbekal ilmu dari pelatihan go digital tadi.
Cabais tampil beda dengan kafe atau tempat nongkrong pada umumnya. Pada dinding kafe terdapat gambar-gambar tangan yang memperlihatkan simbol bahasa isyarat. Pelanggan juga dapat belajar menggunakan bahasa isyarat saat memesan minuman, dan kafe ini mempekerjakan difabel Tuli. Lidya berharap Cabais menjadi salah satu pusat belajar bahasa isyarat dan mempertemukan komunitas Tuli, tunawicara, dengan komunitas-komunitas lainnya.