TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memiliki teman tuli atau tunarungu dari berbagai bidang. Mereka menyuarakan kesetaraan hak teman tuli melalui cara yang berbeda, mulai dari olahraga hingga film. Berikut beberapa tokoh difabel tuli yang menginspirasi.
Angkie Yudistia
Angkie Yudistia merupakan seorang Staf Khusus Kepresidenan (Stafsus) unsur milenial yang diangkat oleh Presiden Joko Widodo. Angkie kehilangan pendengaran sejak umur 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh obat antibiotik yang dikonsumsi ketika sakit malaria.
Pada 2011, Angkie mendirikan Thisable Enterprise, yaitu wadah pemberdayaan ekonomi kreatif bagi penyandang difabel Indonesia. Melansir laman bappeda.batubarakab.go.id, Angkie juga menggeluti dunia model. Ia pernah mewakili Jakarta Barat menjadi finalis Abang-None Jakarta. Pada 2008, ia meraih penghargaan The Most Fearless Female Cosmopolitan dan Miss Congeniality dari Natur-e.
Muhammad Andika Panji
Panji merupakan salah satu pemain Tim Nasional (Timnas) Sepak Bola dan Futsal Tuli Indonesia. Panji pernah bermain di ASEAN Deaf Football Championship 2016. Selain bergerak di olahraga, ia juga menjadi pendiri Deaf-HoH Law and Advocacy Center. Melansir laman klobility.id, ia berharap berdirinya lembaga ini dapat menguatkan teman tuli dan mengembangkan hak-hak teman tuli menjadi setara.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul (UEU) ini kerap menjadi perwakilan di ajang internasional. Pada 2019 lalu, ia menjadi perwakilan Indonesia pada World Federation of The Deaf Paris Prancis.
Panji Surya Putra Sahetapy
Seorang aktivis, aktor, dan pembuat film Indonesia yang telah memiliki berbagai prestasi. Surya membuat film pendek bertajuk “Silent in Sound”. Melansir laman antaranews.com, film pendek ini pernah diputar di Festival Film Tuli Internasional Shanghai (SHIDFF) pada 2018. Surya juga pernah menjadi perwakilan Indonesia pada acara Ratu Elizabeth dan Pangeran Philip di Istana James Palace Inggris.
Panji Surya Sahetapy mengalami gangguan pendengaran sejak kecil. Ia mengalami tekanan menjadi tungarungu atau tuli karena dididik untuk seperti orang normal. Namun, ia terus belajar hingga perguruan tinggi. Ia pernah berkuliah di Universitas Sampoerna, Jakarta Selatan. Kemudian, ia sekolah di Rochester Institute of Technology (RIT), National Technical Institute for the Deaf di Amerika Serikat. Ia lulus dari RIT dengan predikat cum laude.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Alasan Istilah Tuli Lebih Disaranbkan Ketimbang Tunarungu
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.