TEMPO.CO, Jakarta - Pemberdayaan penyandang disabilitas mulai banyak dilakukan pemerintah maupun organisasi penyandang disabilitas di daerah. Kendati demikian masih ada penyandang disabilitas yang tinggal di tempat terpencil luput dari radar pemberdayaan pemerintah maupun organisasi penyandang disabilitas, salah satunya difabel yang tinggal di pegunungan.
Salah satu organisasi penyandang disabilitas yang melakukan pemberdayaan antar sesama adalah Ide Inklusif yang berlokasi di Kelurahan Lakawan, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Organisasi ini banyak melakukan pemberdayaan difabel yang tinggal di pegunungan Enrekang. Anggota organisasi ini tidak hanya bertugas menaklukkan lingkungan difabel yang resisten melainkan pula keluarganya, tapi juga alam tempat difabel tinggal.
"Kami pernah mengadvokasi teman disabilitas yang tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan di luar rumah, ayahnya yang seorang pemabuk sampai menantang kami adu jotos ketika anaknya diminta untuk ikut serta kegiatan pemberdayaan," kata Co Founder Ide Inlusif, Lutfy Pandi saat dihubungi Tempo, Ahad 21 November 2021.
Dalam perjalanan advokasinya yang baru seumur jagung, Ide Inklusif tidak jarang mendapat penolakan dari masyarakat tempat difabel tinggal. Lutfy mencontohkan, masih banyak aparat desa atau keluarga yang menyembunyikan keberadaan penyandang disabilitas dengan alasan malu atau terlalu khawatir. Tak jarang anggota Ide Inklusif yang memperoleh keberadaan difabel di pegunungan harus pulang gigit jari.
"Seperti aparat desa yang sering menutup-nutupi bilang kalau di desanya tidak ada penyandang disabilitas, atau paman yang tersinggung berat ketika ditanyakan soal keberadaan keponakan mereka yang difabel. Mereka merasa tersinggung, dan ini bagian kerja kami untuk menaklukan hati mereka dan memberikan penjelasan," kata Lutfy.
Ide Inklusif didirikan pada 1 September 2019 lantaran banyak disabilitas di Kabupaten Enrekang merasa terabaikan haknya dan terdiskriminasi atas berbagai stereotip buruk di masyarakat. Saat pertama didirikan, nama organisasi ini adalah Ide Institut. Seiring berjalannya waktu, Ide Institut tidak juga mendapatkan izin operasi organisasi dari dewan pengurus wilayah Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan. Ide Institut memilih memisahkan diri dari DPW PPDI Sulawesi Selatan lalu mengubah nama menjadi Ide Inklusif di tahun 2020.
Menjalankan organisasi secara mandiri tentu membuat Ide Inklusif menghadapi tantangan yang lebih besar, salah satunya biaya operasional ke tempat penyandang disabilitas berada. Beberapa program kegiatan tak jarang dibiayai atas kocek anggota sendiri. Namun organisasi komunitas ini tidak patah arang, Ide Inklusif tak pernah menyerah mencari penyandang disabilitas hingga ke 121 desa di Kabupaten Enrekang beserta wilayah pemekarannya.
Tantangan kian berat ketika anggota organisasi yang juga menyandang disabilitas harus ikut mendampingi dan mencari difabel lain di daerah penggunungan Enrekang dengan ketinggian kurang lebih 3.000 meter di atas permukaan laut. "Medan di Enrekang bukan kacangan, kami pernah mendampingi difabel yang tinggal di gunung, naik motor matic harus menanjak di ketinggian 35 derajat, begitu turun juga sama curamnya, makanya jatuh dari motor saat pendampingan itu sudah jadi bagian kegiatan kami," kata Lutfy.
Tugas pencarian penyandang disabilitas hingga ke wilayah pegunungan Enrekang terus berjalan selama 3 tahun terakhir. Tapi tetap saja anggotanya mengeluarkan kocek sendiri untuk menjemput difabel mengikuti program pemberdayaan. "Meski mereka tinggal di pegunungan, orang tua para difabel tidak memperbolehkan anak mereka naik angkutan umum, jadi saya dan teman-teman patungan sewa mobil untuk menjemput mereka," kata Lutfy.
Baca: Persiapan Sekolah Umum Sebelum Menerima Siswa Berkebutuhan Khusus