TEMPO.CO, Jakarta - Sekolah Tunarungu Sushrusa, Denpasar, Bali, menerapkan pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas sejak Senin, 4 Oktober 2021. Kepala Sekolah Tunarungu Sushrusa, Ni Made Raka Witari mengatakan, menerapkan metode pembelajaran tatap muka sesuai dengan peraturan wali Kota Denpasar tentang PTM.
Caranya, membagi pembelajaran tatap muka dalam dua sesi. Sesi pertama pukul 08.00-09.00 WITA dan sesi kedua pukul 10.00-11.00 WITA. Dalam seminggu, siswa dua kali belajar di sekolah.
"Para siswa tampak bersemangat ke sekolah setelah sekian lama belajar dari rumah," kata Raka Witari di Denpasar, Bali, pada Selasa, 5 Oktober 2021. "Kami terus mengevaluasi PTM ini sambil berjalan."
Dalam satu sesi, jumlah siswa yang menjalani PTM tidak lebih dari 26 orang. Pedoman ini berlaku untuk semua jenjang pendidikan, dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), taman kanal-kanal (TK), sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP). Dalam satu kelas, jumlah siswa yang mengikuti PTM hanya empat sampai lima orang.
Mengenai jumlah siswa berkebutuhan khusus di Sekolah Tunarungu Sushrusa untuk jejang PAUD, TK, SD, dan SMP, seluruhnya 72 orang. Raka Witari melanjutkan, sebanyak 40 persen dari siswa tersebut tidak membayar iuran pendidikan karena dibiayai oleh yayasan atau donatur.
Selama PTM, setiap anak, guru, orang tua siswa, dan pengelola sekolah, wajib memakai masker, mengecek suhu tubuh, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Mereka juga wajib membasuh tangan dengan hand sanitizer sebelum masuk kelas.
Orang tua siswa, Dewi Suarini mengatakan, saking semangatnya berangkat ke sekolah, anaknya bangun sejak pukul 05.00 WITA. Padahal dia mendapat giliran masuk pada pukul 10.00 WITA. "Anak saya sudah tidak sabar ingin bertemu guru dan teman-temannya," katanya. "Pagi-pagi sekali dia mengajak saya berangkat ke sekolah."
Dewi Surini memahami semangat anaknya dan seluruh siswa berkebutuhan khusus. Menurut dia, berada di sekolah membuat mereka lebih mudah bersosialisasi ketimbang dengan teman-teman di sekitar rumah. Kendati hanya satu jam di sekolah, Dewi mengatakan, cara ini lebih efektif bagi siswa tunarungu daripada belajar daring, terutama dalam penyampaian materi yang cukup sulit.
Baca juga:
Siswa Berkebutuhan Khusus Raih 5 Penghargaan Kompetisi Tata Rias Dunia