TEMPO.CO, Jakarta - Seorang ibu dari anak dengan autisme, Ivy Sudjana berbagi pengalaman saat mencari tahu apa minat putranya, Arsa. Menurut Ivy, penting bagi orang tua untuk mengidentifikasi potensi anak berkebutuhan khusus demi pengembangan diri mereka dan menemukan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Ivy telah mencoba berbagai kegiatan dan peralatan untuk menemukan minat Arsa. Mulai dari bermain alat musik, memasak, hingga berenang. "Waktu beli keyboard, awalnya senang karena ada mainan baru. Tetapi lama-kelamaan dia berlatih dengan marah-marah. Ternyata dia hanya senang mendengarkan musik," kata Ivy dalam Live Instagram bersama Cantika.com pada 2 April 2021.
Tak hanya membelikan peralatan yang diperlukan, Ivy berusaha memasukkan putranya ke sekolah musik sampai memanggil guru privat demi. Setelah mencoba banyak aktivitas, ternyata belum ada yang cocok dengan minat Arsa. Ivy tak patah semangat meski sudah mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Hingga pada satu ketika Ivy mencoba mengajarkan Arsa merajut menggunakan kertas. Ternyata putranya suka dan sangat menikmati kegiatan tersebut. Ivy memutuskan memasukkan Arsa ke sebuah sekolah khusus untuk mempelajari dunia menjahit.
Tantangan selanjutnya adalah mengajarkan Arsa menggunakan mesin jahit. "Ternyata hanya 15 menit dia sudah bisa menjahit dengan sangat baik," ucap Ivy. Padahal untuk orang pada umumnya, menurut Ivy, mungkin perlu waktu sampai 1,5 jam untuk bisa menjahit lurus.
Potensi Arsa kini kian terasah. Dia mampu membuat pernak-pernik atau aksesori untuk binatang peliharaan hingga bed cover. Hasil karyanya pun telah terjual hingga mancanegara, yakni ke Jepang, Austria, hingga New Zealand.
Pada kesempatan itu, Ivy juga menyampaikan bagaimana dia mengetahui kalau putranya mengalami autisme. Ivy mulai curiga ketika Arsa mengalami keterlambatan bicara saat berusia dua tahun delapan bulan. Saat itu, sekitar tahun 2003, informasi tentang autisme masih terbatas.
Ivy kemudian konsultasi ke psikiater mulai melakukan terapi, termasuk toilet training. "Dia tidak mau bicara jika ingin ke toilet," katanya. Selama menjalani terapi, Ivy harus menahan diri karena tak tega melihat putranya menjalani serangkaian tes. Termasuk saat Arsa dibiarkan mengompol lalu terapis memberikan pel dan ember supaya dia membersihkan sendiri.
Mengasuh anak dengan autisme, menurut Ivy, membutuhkan konsistensi. Jangan terlalu banyak pengarahan atau campur tangan orang lain dalam pendampingan supaya anak tidak bingung soal apa yang boleh dan tidak, serta apa yang baik atau buruk untuk dilakukan.
LAURENSIA FAYOLA
Baca juga:
Google Rekrut 500 Calon Karyawan dengan Autisme, Begini Proses Seleksinya