TEMPO.CO, Jakarta - Potensi menyakiti diri sendiri atau selfharm pada anak dapat muncul sepuluh tahun sebelum mereka mencapai usia remaja atau dewasa. Penelitian terbaru dari University of Cambridge menunjukkan potensi ini dapat terjadi sejak anak berusia lima tahun.
Tim peneliti University of Cambridge menemukan, terdapat dua kelompok anak yang kerap menyakiti diri sendiri. Pertama, kelompok yang memiliki masalah dalam pengendalian emosi, dan kedua, kelompok anak yang berani mengambil risiko di atas anak seumuran mereka.
Penelitian yang bertujuan mengantisipasi dampak resiko kesehatan mental pada anak ini menyatakan satu dari enam anak yang suka menyakiti diri sendiri di umur 14 tahun berpotensi melakukan percobaan bunuh diri di masa depan. "Saat ini, orang tua dan masyarakat baru memahami setelah ada kejadian. Padahal kondisi ini dapat dicegah sejak dini," kata Duncan Astle, salah seorang peneliti dari University of Cambridge, seperti dikutip dari BBC, Selasa 15 Juni 2021.
Astle mengingatkan agar orang tua dan lingkungan sekitar memperhatikan proses tumbuh kembang anak dengan seksama. "Harus ada tindakan antisipasi untuk menghambat potensi terjadinya upaya menyakiti diri sendiri," ucapnya.
Dalam riset ini, para peneliti dari University of Cambridge menggunakan teknologi Artificial Inteligent guna memantau 11 ribu kelahiran generasi milenial di Inggris. Artificial Inteligent mencoba memetakan pola sikap anak-anak yang memiliki kebiasaan menyakiti diri sendiri, termasuk peningkatan resikonya.
Penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Kelompok pertama yang diteliti adalah anak dengan sejarah panjang dalam masalah kesehatan mental, pengendalian emosi, pernah di-bully, dan anak dengan orang tua yang memiliki masalah kesehatan mental.
Faktor risiko tersebut meningkatkan perilaku menyakiti diri sendiri saat remaja hingga 30 sampai 50 persen. "Bahkan pada individu yang sudah berusaha melakukan manajemen dan meregulasi emosi mereka sejak usia lima tahun," kata Astle.
Kelompok kedua adalah anak yang tidak memiliki gejala perilaku seperti pada kelompok pertama, namun memiliki karakter berani mengambil risiko untuk anak seusianya. "Berani mengambil risiko yang lebih besar pada anak akan mempengaruhi karakternya sampai dewasa nanti," kata rekan Astle, Stepheni Uh.
Penelitian juga menunjukkan, anak yang kurang tidur dan memiliki kepercayaan diri yang rendah berpotensi besar menyakiti diri sendiri. Meski begitu, para peneliti menyatakan, banyak intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi potensi menyakiti diri sendiri pada anak.
Para peneliti University of Cambridge merekomendasikan program peningkatan kepercayaan diri anak di sekolah dan program pemantauan kebiasaan tidur pada anak. "Kami menyambut baik berbagai bentuk penelitian yang mendukung intervensi dini terhadap masaalah kesehatan mental, terutama pada generasi muda," kata Tom Madders dari The Charity Young Minds, sebuah lembaga yang bergerak dalam isu kesehatan mental anak muda.
Catatan redaksi:
Jika Anda memiliki pemikiran bunuh diri atau mengetahui ada orang yang mencoba bunuh diri, segera hubungi psikolog dan psikiater terdekat. Akses laman www.intothelightid.org/cari untuk mendapatkan layanan kesehatan mental. Pertolongan pertama bagi orang dengan pemikiran bunuh diri juga dapat dibaca di www.intothelightid.org/tolong.
Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri, hubungi Yayasan Pulih di nomor telepon (021) 78842580 atau Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan di nomor telepon (021) 500454, dan LSM Jangan Bunuh Diri di nomor telepon (021) 9696 9293.
Baca juga:
Awas, Korban Body Shaming Bisa Bunuh Diri, Hindari Perilaku Ini