TEMPO.CO, Jakarta - Sri Melati, seorang dokter difabel Netra sedang menempuh program Inclusive Education di University of College London, Inggris. Di belajar di sana berbekaal beasiswa pasca-sarjana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP.
Perempuan kelahiran Medan, Sumatera Utara, itu berbagi cerita bagaimana dia hidup mandiri sembari belajar di London. Saat Idul Fitri kemarin, Imel -begitu dia biasa disapa, merayakannya sendiri dan bersilaturahmi lewat daring.
"Saya berlebaran sendiri di dalam satu flat ini," kata Sri Melati saat dihubungi Tempo, Kamis 13 Mei 2021. Kendati sendirian saat lebaran, Imel tetap membuat hidangan khas Hari Raya Idul Fitri. Imel memasak rendang yang menjadi salah satu hidangan wajib saat lebaran.
Imel menggunakan bumbu rendang siap pakai yang dia bawa dari Indonesia. Soal santan kelapa, menurut dia, tak sulit mencarinya di London. Sama seperti di Indonesia, ada beragam pilihan santan kelapa, mulai dari yang bubuk dan cair.
Begitu juga dengan daging. Imel menjelaskan, ada beragam jenis dan kualitas daging yang dapat digunkan sebagai bahan dasar membuat rendang di London.
Mengenai kemampuan melihat, Imal mengatakan saat ini pandangan matanya hanya menyisakan sedikit ruang sebesar lubang sedotan. Dia harus menjauhkan objek untuk mengidentifikasi benda.
Selama berada di London, Imel hampir melakukan semua kegiatan sehari-hari tanpa bantuan pendamping. Mulai dari belajar, mencari referensi bacaan, mengoperasikan komputer dengan pembaca layar, memasak, hingga mencuci pakaian.
Sebelum mengalami kebutaan pada 2011, Imel bekerja sebagai dokter dan punya klinik di Medan. Dia sudah menyelesaikan program praktek dokter tidak tetap atau PTT di Alor, Nusa Tenggara Timur. Namun baru dua tahun berkarier sebagai dokter, dia mengalami infeksi di bagian otak dan harus menjalani operasi.
Beberapa hari setelah dioperasi, Imel sempat kehilangan kesadaran dan secara perlahan kehilangan penglihatan. Setahun sebelum berangkat ke Inggris, Imel menjalani operasi penggantian tempurung kepala.
Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara atau USU angkatan 2004, ini pantang berputus asa. Di tengah proses penyembuhan seusai operasi tempurung kepala, Imel melamar program beasiswa LPDP. Dia lulus dan terbang ke Inggris pada awal Januari 2021. Di masa pandemi Covid-19, dia harus menjalani karantina mandiri di flatnya selama 14 hari.
"Seperti laba-laba yang membangun sarangnya lalu diterpa hujan angin, seperti itulah hidup saya," kata Imel. "Perjuangan tidak berhenti sampai situ. Laba-laba akan membangun lagi sarangnya lebih tinggi, lebih kuat."
Baca juga:
Cara Difabel Netra Main Golf: Simak Panduan Posisi Tubuh, Ayunan, Pukulan