TEMPO.CO, Yogyakarta – Hari ini, 21 Maret merupakan peringatan Hari Down Syndrome sedunia. Momentum ini penting untuk menyebarkan informasi yang tepat kepada masyarakat tentang apa itu down syndrome, bagaimana mendidik anak DS, sampai mengembangkan potensi penyandang down syndrome.
Sekretaris Pusat Informasi dan Kegiatan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome atau Potads Yogyakarta, Titik Rahayuningsih mengatakan, pandemi Covid-19 menjadi ancaman serius bagi difabel. Banyak penyandang disabilitas yang terpaksa mengurangi, bahkan menghentikan aktivitas harian mereka selama pagebluk.
Kondisi ini juga terjadi pada anak anak dengan down syndrome atau ADS. Penyandang down syndrome adalah mereka yang memiliki kelebihan kromosom dari semestinya 46 menjadi 47 kromosom. Selama pandemi Covid-19, menurut Titik, anak dengan down syndrome umumnya di rumah saja.
Baca juga:
Potensi Anak Down Syndrome Alami Masalah Kesehatan di 6 Bagian Tubuh Ini
"Sebisa mungkin memang tetap di rumah," kata Titik Rahayuningsih saat dihubungi Tempo, Kamis 18 Maret 2021. Meski begitu, bukan berarti anak down syndrome seperti mengurung diri di rumah. Acapkali mereka keluar rumah karena keperluan tertentu.
Mereka juga dapat berkegiatan di sekitar rumah, misalkan untuk berolah raga jalan kaki sembari berjemur, sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. "Orang tua atau pendamping tetap membiasakan anak hidup sehat dan menjalankan protokol kesehatan," kata perempuan yang biasa disapa Titik Curly, ini.
Anak down syndrome, menurut dia, adalah seorang peniru ulung. Mereka mudah menyerap informasi dan menirukannya dalam kehidupan hari-hari. Sebab itu, Titik melanjutkan, tidak terlalu sulit mengajarkan anak down syndrome untuk melakukan protokol kesehatan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau handsanitizer, dan menjaga jarak.
"Anak dengan down syndrome itu imitator hebat," kata Titik. Artinya, sebagai peniru yang hebat, anggota keluarga lebih mudah mempersiapkan anak down syndrome untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru. Kuncinya, menurut dia, sejak awal orang tua atau pendamping memberikan contoh yang benar dan konsisten.
Titik yang juga memiliki anak dengan down syndrome sudah mengajarkan protokol kesehatan sejak awal pandemi Covid-19 merebak. Menurut dia, buah hatinya sudah bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru. Anaknya juga tidak memprotes jika harus memakai masker saat keluar rumah.
Sementara Putri Pertiwi, seniman lukis dengan down syndrome lebih banyak menghabiskan waktu untuk melukis atau belajar memainkan organ di rumah. Ibunda Putri Pertiwi, Sri Gamawati Alipingdiah, jarang mengajak anaknya keluar. Ketika berziarah ke makam ayahnya yang meninggal delapan tahun lalu, Putri ikut namun menunggu di mobil.
Sri Gamawati juga mengajarkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 kepada Putri. Misalkan saat guru seni rupa dan seni musiknya datang sepekan sekali, Putri harus memakai masker. "Meski begitu, dia suka protes karena merasa pengap," ucap Sri Gamawati.
Pada Januari 2021, Potads Indonesia mengunggah video tentang protokol kesehatan 3M lewat akun Instagram resmi Potads, @potads. Dalam video itu, ada tiga anak down syndrome yang memperagakan penerapan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.
Selama pandemi Covid-19, Titik menambahkan, kegiatan tatap muka di Potads Yogyakarta terhenti. Biasanya, sekitar 20 sampai 30 anggota dari 150-an anggota yang bergabung dalam grup WhatsApp rutin temu darat. Sesekali anggota masih bisa mengikuti kegiatan webinar, workshop, dan lomba yang diadakan oleh Potads Indonesia secara daring.
Termasuk rencana menggelar webinar memperingati Hari Down Syndrome Sedunia 21 Maret dengan mengusung tema Waspadai Pelecehan Seksual pada Anak dengan Down Syndrome pada 27 Maret mendatang. Anak down syndrome yang bergabung dalam Potads Yogyakarta berusia bayi sampai 27 tahun. Anak down syndrome yang berusia kurang dari 12 tahun biasanya masih menjalani terapi, meliputi fisioterapi, terapi wicara, okupasi terapi.