TEMPO.CO, Bandung - Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra bersama Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia atau PBHI, mempersoalkan status tanah dan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat. Mereka meminta status tanah dan balai itu dikembalikan seperti dulu, yaitu saat menjadi Panti Sosial Bina Netra Wyata Guna.
"Perubahan panti menjadi balai membuat beberapa layanan dihapuskan," kata Yanto Pranoto, perwakilan Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra pada Kamis, 17 Desember 2020. Dia mencontohkan, salah satu layanan yang dihapus setelah Pantai Sosial Bina Netra Wyata Guna berubah status menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna adalah keberadaan Sekolah Luar Biasa Netra. Sekolah itu kini tak ada lagi di Kompleks Wyata Guna dan anak-anak didik dikembalikan kepada orang tua.
Saat berstatus panti, Wyata Guna menjadi tempat belajar dan berlatih kerja bagi siswa tunanetra. Selain ada Sekolah Luar Biasa, para siswa juga bisa tinggal di asrama dalam kompleks dan ditanggung oleh negara, itu. Setelah berubah menjadi balai, Wyata Guna hanya mengurus pelatihan kerja bagi tunanetra. Adapun SLB akan ditutup. Kebijakan itu, menurut Yanto, lantaran Kementerian Sosial mengklaim Wyata Guna sebagai aset kementerian.
Penghuni Balai Rehabilitasi Sosial Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat, memasuki gerbang yang kembali dibuka setelah tutup sementara, Senin, 19 Oktober 2020. Balai ini tutup selama dua pekan terakhir karena puluhan pegawai dan penghuninya positif Covid-19. TEMPO/Prima Mulia
Menurut Yanto Pranoto, persoalan sengketa tanah Wyata Guna seluas 39.880 meter persegi di Jalan Pajajaran Nomor 50 - 52, Bandung, Jawa Barat, itu terjadi sejak 2013. Puncaknya ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018 yang mengubah fungsi dan status panti menjadi balai. "Lahan Komplek Wyata Guna merupakan tanah negara, bukan milik Kementerian Sosial," ucap Yanto.
Klaim tanah Wyata Guna adalah milik Kementerian Sosial sempat terpampang di sebuah plang pada 26 November 2020. Kemudian klaim itu berganti dengan tulisan baru yang menyatakan tanah Wyata Guna adalah milik negara dengan tiga nomor sertifikat.
Gedung SLB yang berada di Balai Rehabilitasi Sosial Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra menyatakan sertifikat tersebut berstatus hak pakai. Lahan Wyata Guna merupakan tanah negara yang dipinjamkan kepada Departemen Sosial. Masa pakainya selama tanah tersebut digunakan untuk Kantor Panti Rehabilitasi Penyandang Netra Wyata Guna, Sekolah Luar Biasa Negeri A, perumahan karyawan, aula, workshop, masjid, gereja, asrama siswa, dan Kantor Balai Percetakan Braille Indonesia atau BPBI.
Kendati anggota DPR, Komnas HAM, dan Ombudsman telah berkunjung ke Kompleks Wyata Guna, masalah lahan dan statusnya masih terkatung-katung. Belakangan, datang tim Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK ke Wyata Guna setelah Menteri Sosial Juliari Batubara ditangkap karena diduga terlibat korupsi bantuan sosial atau bansos Covid-19. Tim KPK yang terdiri dari tiga orang itu meminta keterangan sejumlah pihak dan membawa dokumen. Menurut Yanto Pranoto, mereka sempat berkeliling area Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra Wyata Guna.