TEMPO.CO, Jakarta - Wycliffe Associates memperkenalkan sistem penulisan notasi simbol yang universal atau Symbolic Universal Notation (SUN) pada kitab Injil bagi umat Nasrani yang menyandang disabilitas tuli netra.
Penyandang disabilitas tuli netra tidak mengetahui bahasa isyarat. Sebab itu, perlu metode yang berbeda untuk menyampaikan sesuatu kepada mereka. "Akhirnya, format penulisan Symbolic Universal Notation ini tercipta dan dapat juga digunakan oleh penyandang disabilitas tuli netra," kata Lori Jenkins, Direktur Program Symbolic Universal Notation (SUN) Wycliffe Associates seperti dikutip dari CBN News, Kamis 12 Maret 2020.
Program Symbolic Universal Notation yang berbasis simbol ini awalnya terinspirasi dari penulisan huruf Mandarin yang digunakan seorang relawan perintis bernama Emily Wang. "Setelah diterapkan bagi disabilitas tuli netra, ternyata simbol yang direpresantasikan Wang mudah dimengerti," kata Jenkins.
Penyandang disabilitas tuli netra yang ingin membaca kitab Injil dengan penulisan Symbolic Universal Notation akan dikenalkan dulu dengan seratus simbol. Penyandang disabilitas tuli netra memiliki pola komunikasi dan cara mengakses informasi yang berbeda, sehingga menurut Jenkins, keberadaan simbol-simbol ini menjadi sangat penting.
Seroang tuli netra dari Inggris yang mengadvokasi penyandang Usher Syndrome penyebab kebutaan sekaligus tuli, Emma Boswell menjelaskan bagaimana simbol dapat memudahkan penyandang tuli netra dalam memahami sesuatu.
"Misalkan kata butterfly (kupu-Kupu) disampaikan dengan simbol mentega dan pesawat terbang," ujar Emma Boswell dalam acara Seminar Deaf Blind yang diadakan oleh Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara umum, menurut Emma Boswell, penyandang tuli netra dapat berkomunikasi melalui dua cara. Pertama, menggunakan metode Socio Haptic, yaitu berkomunikasi melalui penggambaran di tubuh, seperti bahu, lengan, atau telapak tangan.
Metode kedua adalah Tadoma, yaitu pembacaan bibir melalui sentuhan jari. Dengan cara ini, difabel tuli netra menggunakan ibu jari mereka meraba bentuk bibir, kemudian tiga jari meraba rahang, sementara kelingking merasakan getaran suara yang keluar dari leher lawan bicara.