TEMPO.CO, Yogyakarta - Arif Setyo Budi meletakkan kruknya. Berbekal satu kaki kiri, dia melangkah ke tengah panggung. Pria 32 tahun itu membuat gerakan tengkurap dengan badan bertumpu pada dua tangan. Kaki kirinya dilipat. Kemudian ganti bertumpu dengan satu tangan dalam posisi tubuh seperti duduk.
Arif membuat gerakan memutar badannya dengan kaki kiri bergerak lincah. Empat orang penari lain yang berdiri mengelilinginya terus memotivasi dengan gerakan tangan menunjuk ke arahnya. Lalu Arif menumpukan badan pada bahu dan tengkuk di atas lantai.
Dia mengangkat kaki ke atas, membuat gerakan bersila, dan meluruskan kakinya ke arah kepala. Gerakan itu memungkasi aksi breakdance Arif Setyo Budi di atas panggung Pekan Budaya Difabel 2019 di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta pada Senin, 18 November 2019.
Tempuk sorai menyambut gerakan terakhirnya. Pemuda berkaos kuning itu bangkit, membenahi topi, dan kembali meraih kruk untuk menyangga tubuh kanannya.
Arif Setyo Budi lincah melakukan gerakan akrobatik dalam breakdance yang dipentaskan di Pekan Budaya Difabel 2019 di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, Senin, 18 November 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
One leg dancer, demikian Arif Setyo Budi berjuluk. Entah sejak kapan, tapi sebutan itu memotivasi dia untuk menari breakdance setelah mengalami kecelakaan kerja yang merenggut kaki kanan hingga di atas lutut. "Kaki saya masuk ke dalam mesin," ucap Arif saat ditemui Tempo usai menari. Peristiwa nahas itu terjadi pada 2007 ketika Arif bekerja di sebuah pabrik plastik di Sidoarjo, Jawa Timur.
Bejalan dengan kruk tak membuat kehidupan Arif jatuh. Lulusan SMK ini menerima musibah yang dialami dan terus berusaha mandiri. "Ya Allah, ini sudah jalanku," kata Arif kala itu mencoba ikhlas. Pemuda asal Malang, Jawa Timur, itu menjalani kembali hidupnya sehari-hari. Meski diakuinya ada yang kurang. "Saya sempat berhenti menari," kata Arif.
Dua tahun sebelum kecelakaan kerja itu, Arif sudah menekuni dunia tarian akrobatik yang disebut breakdance. Kegilaannya dengan tarian dan gerakan-gerakan sulit yang diiringi musik remix atau hip hop mencetuskan ide untuk membentuk kelompok breaker di SMK-nya. Bahkan breakdance yang sedang hits kala itu menjadi kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya. "Kami juga mengumpulkan breaker-breaker se-Malang," ucap dia.
Arif Setyo Budi lincah melakukan gerakan akrobatik dalam breakdance yang dipentaskan di Pekan Budaya Difabel 2019 di Gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta, Senin, 18 November 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Setelah kakinya diamputasi, seorang teman Arif yang bernama Uji mengajaknya ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, teman-teman breaker tengah berlatih breakdance. Dari situlah, semangat Arif Setyo Budi untuk menari tumbuh lagi. Arif ingin mencoba. "Siapa tahu bisa, dari dua kaki ke satu kaki. Toh gerakan dasarnya sama," kata Arif.
Berbekal kemampuan breakdance sebelumnya, Arif Setro Budi mudah beradaptasi. Gerakan dasar breakdance, seperti top rock, down rock, dan freeze dengan mudah dilakoni. Top rock yang biasa menjadi gerakan akrobatik untuk pemanasan. Down rock berupa gerakan tangan dan kaki di lantai, seperti membuat gerakan memutar. Kemudian freeze adalah menahan gerakan pada pose tertentu. Semisal menahan badan dengan satu tangan atau handstand.
Kini bersama lima temannya, Arif membentuk kelompok Piramida Souls. Mereka sering tampil dalam berbagai acara. Terbersit keinginan untuk membuka kursus breakdance bagi teman-teman difabel. "Tapi, tak semua orang tertarik dengan breakdance," kata Arif.