TEMPO.CO, Jakarta - Jari jemari Ahmad, 59 tahun, lincah bergerak di atas papan ketik komputer jinjing. Ahmad yang berprofesi sebagai guru komputer dan beberapa mata pelajaran di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogyakarta itu sedang membuat situs tempatnya bebekerja.
Baca: Pelaut Tunanetra Asal Jepang Lintasi Samudera Pasifik
"Saya membuat website ini seharian, dari pagi hingga malam lalu ke pagi lagi hari ini," ujar Ahmad saat diwawancarai di Hotel Park 5, Jalan Intan RSPP, Cilandak, Jakarta Selatan, Sabtu 27 April 2019. Ahmad dan pendampingnya Gunarso, adalah 1 dari 16 peserta tunanetra dan pendamping yang mendapat pelatihan pemograman komputer dari Yayasan Mitra Netra.
Dalam pelatihan tersebut, tunanetra menerima empat program yaitu Html, Css, php dan MySQL. Selain menggunakan pembaca layar, para tunanetra dibekali perangkat lunak bernama XAMPP. Ini adalah perangkat lunak bebas yang mendukung banyak sistem operasi.
XAMPP merupakan kompilasi beberapa program dengan fungsi server yang berdiri sendiri. XAMPP terdiri dari Apache Serber, MySQL database, dan penerjemah yang ditulis dengan menggunakan bahasa pemograman php dan Perl.
Baca Juga:
"Karena itu, bagian yang agak ribet bagi tunanetra kalau salah memasukan satu database saja langsung error website kami," ujar Ahmad. Bila diibaratkan, menurut Ahmad, pembuatan website seperti mengisi formulir yang sudah ada 'template'-nya kemudian tinggal mengisi dengan bahasa pemograman.
Peserta pelatihan pembuatan website lainnya, Erlangga mengatakan ilmu yang didapatkan selama 5 hari itu akan diterapkan untuk mengembangkan situs organisasi DPD Pertuni Makassar dan menambah portofolio mencari kerja. "Kami juga mendapat tutorial dalam bentuk softcopy sehingga bisa dipelajari di rumah," ujar pemuda 26 tahun asal Sulawesi Selatan, ini.
Baca juga:
Mengenal ITCFB, Komunitas Tunanetra Melek Teknologi Informatika
Ketua Yayasan Mitra Netra, Bambang Basuki menyatakan pelatihan pemograman tersebut diharapkan dapat memberikan efek sebaran yang meluas ke berbagai organisasi. "Pembekalan pelatihan pemograman ini dapat menciptakan sebuah pemberdayaan yang bukan hanya berguna bagi individunya, melainkan pula bagi organisasi yang menaunginya," kata Bambang.
Hingga kini, masih ada institusi yang memiliki sudut pandang kalau tunanetra hanya dapat berkecimpung di bidang vokasional, seperti memijat, bekerja sebagai pemusik dan berprofesi sebagai staf layanan operator telepon. Dalam perkembangannya, banyak tunanetra yang belajar menerapkan teknologi, bahkan menguasai pemograman komputer.
Dalam pelatihan pemograman tersebut, para tunanetra tak hanya diajarkan teknis pemograman semata, namun juga pengembangan situs yang sesuai dengan standar web aksesibilitas. Standar akses ini merupakan tampilan laman yang tidak hanya dapat digunakan secara umum, melainkan pula oleh pengguna dengan disabilitas.
Salah satu bentuk web accessibility adalah tuntunan bagi pengguna Tunanetra masuk langsung ke dalam isi utama web. Tuntunan ini menjadi sangat berguna karena pembaca layar tidak perlu membaca semua tampilan yang ada di web. Misalnya, tampilan pop up iklan, yang jauh dari isi utama web dan malah mengaburkan isi web.
"Standar web accesibility ini sudah wajib diaplikasikan oleh berbagai situs web internasional," ujar Bambang. Meski begitu, masih banyak situs di Indonesia yang belum menerapkan standar web accessibility dalam pengembangan peforma situs. Padahal di dunia pemograman internasional sudah ada konsorsium yang bertugas menegur bahkan memberi sanksi bagi situs web yang tidak memenuhi standar web accessibility.
Artikel lainnya:
Difabel Keluhkan Ragam 'Jebakan' di Ubin Pemandu Trotoar Jakarta