TEMPO.CO, Sleman - Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas atau KHD melakukan pemantauan di sembilan lokasi objek wisata populer di wilayah Yogyakarta pada 6 sampai 13 Desember 2018. Objek wisata yang diamati meliputi Keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo, Benteng Vredeburg, Kebun Binatang Gembiraloka, Lapangan Paseban Bantul, Taman Pelangi dan Monumen Jogja Kembali, Taman Kaliurang, Pantai Parangtritis, dan Pantai Baron.
Baca: Persiapan Teman Difabel Sebelum Rayakan Tahun Baru
Hasilnya, mayoritas objek wisata belum menyediakan fasilitas yang aksesibel bagi difabel. Padahal setiap menjelang akhir tahun, banyak wisatawan mengunjungi lokasi tujuan wisata di Yogyakarta untuk menikmati libur hingga tahun baru tiba.
"Komitmen untuk menyediakan fasilitas aksesibel sudah ada, tapi belum optimal," kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Layanan Pengaduan KHD, Winarta dalam pemaparan hasil pantauan di Sekretariat KHD di Kelurahan Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Rabu, 26 Desember 2018.
Winarta mencontohkan, rata-rata fasilitas yang disediakan berupa bidang miring atau ramp, baik portable maupun permanen. Tetapi pemasangan atau pembuatannya tidak mempertimbangkan sudut kemiringannya apakah terlalu curam atau tidak dan menyulitkan pengguna kursi roda melaluinya atau tidak.
Sudah ada pula arahan dari pengelola objek wisata kepada karyawannya untuk memberi perhatian, tetapi tidak membuat prosedur standar operasionalnya. "Umumnya para petugas sudah tahu kalau wisatawan dengan disabilitas perlu perhatian dan pelayanan prioritas. Tapi mereka belum tahu bagaimana melakukannya," kata Winarta.
Di sisi lain, biasanya ada anggapan apabila lokasi objek wisata belum menyediakan fasilitas yang aksesibel, maka pihak pengelola akan menyiapkan karyawan yang akan memberi bantuan fisik. Bantuan fisik yang diberikan misalnya menggandeng tangan tunanetra dan mengangkat kursi roda untuk menaiki tempat yang lebih tinggi.
"Padahal kami ini risih kalau sampai ada kontak antar-tubuh (body contact)," kata Winarta yang juga seorang tunanetra. "Mereka tidak berpikir tentang perlunya kemandirian difabel."
Artikel lainnya: Polah Lucu Siswa Difabel Saat Naik Angkot Khusus Disabilitas
Rencananya, Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas akan mengundang pihak Dinas Pariwisata Yogyakarta untuk menyampaikan hasil pentauan. Mereka juga akan mengundang pengelola obyek-obyek wisata untuk dilatih menyediakan fasilitas yang aksesibel.
Fasilitas yang aksesibel bagi difabel di obyek-obyek wisata yang merupakan ruang publik diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam aturan itu termaktub hak memperoleh kesamaan kesempatan untuk melakukan kegiatan wisata, melakukan usaha pariwisata, menjadi pekerja pariwisata, dan/atau berperan dalam proses pembangunan pariwisata. Juga hak mendapatkan kemudahan untuk mengakses, perlakukan, dan akomodasi yang layak sesuai dengan kebutuhannya sebagai wisatawan.