TEMPO.CO, Klaten - Bagaimana atlet tunanetra bisa melakukan lompat jauh adalah pertanyaan yang sering muncul dari orang awam yang belum begitu mengenal olahraga bagi atlet penyandang disabilitas.
Baca: Cara Atlet Tunanetra Ikut Lomba Lari, Kuncinya di Guide Runner
Baca Juga:
Pelatih atlet difabel lompat jauh, Tomy Priya Dinata, 24 tahun, mengatakan atlet tunanetra mampu melakukan olahraga lompat jauh dengan cara mengingat atau menghitung langkah di tahap awal. "Dengan begitu, mereka bisa tahu kapan saatnya harus melompat," kata pria asal Desa Sobayan, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, saat ditemui Tempo pada Kamis, 22 November 2018.
Tomy Priya Dinata menjelaskan para atlet tunanetra menerapkan teknik yang diberi nama main langkah. Ini metode patokan atau hapalan berapa langkah yang dibutuhkan atlet difabel netra dari garis start menuju keset tumpuan lompat.
Caranya, pertama, atlet diajak berjalan sambil menghitung langkahnya dari garis start sampai ke keset tumpuan. Kemudian, atlet diajak berlari sambil menghitung lagi berapa langkahnya dari garis start.
Tomy mengatakan, setiap atlet mempunyai hitungan jumlah langkah yang berbeda tergantung kondisi fisik dan selera masing-masing. "Ada yang delapan langkah sudah cukup, ada yang sepuluh langkah, dan lain-lain," kata lulusan S1 Pendidikan Kepelatihan Olahraga Universitas Sebelas Maret Surakarta itu.
Jika menggunakan delapan langkah, Tomy melanjutkan, berarti atlet difabel netra tinggal menghapalkan empat ayunan kaki tumpu (satu kaki yang menjadi tolakan atau tumpuan saat melompat). "Dua langkah itu kan satu kali ayunan kaki kiri dan kanan. Kalau delapan langkah, berarti kaki tumpunya mengayun empat kali. Kalau atlet sudah hapal, pelatih tinggal memandu dengan tepukan tangan dari luar lintasan," ujar Tomy.
Bunyi tepukan tangan itu sebagai aba-aba dari pelatih untuk atlet difabel netra memulai start dan bersiap melompat ketika mendekati keset tumpuan. Di sinilah letak perbedaan antara lompat jauh dan lari bagi difabel netra. Dalam lari, atlet bergantung sepenuhya pada pelatih atau guide runner (pelari tandem) yang memandu arahnya. Sedangkan dalam lompat jauh, atlet berlari sendiri karena lintasannya lurus dan pendek.
Meski lintasan larinya pendek, atlet difabel netra lompat jauh musti menghapal jumlah serta lebar langkahnya. "Jadi lebar langkahnya harus konsisten sejak latihan sampai saat pertandingan agar tepat saat menginjak keset tumpuan. Ini bisa diasah dengan latihan rutin," kata Tomy, pelatih empat atlet lompat jauh asal Klaten untuk Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) Jawa Tengah III/2018 di Kota Surakarta pada 13 - 16 November lalu.
Menurut seorang atlet difabel netra asal Kecamatan Kebonarum, Klaten, Muhammad Fauzan, 32 tahun, lompat jauh lebih sulit dibandingkan dengan lari. Meski lintasannya hanya lurus, atlet harus tepat saat menginjak kesetnya. "Kalau lari, saya tinggal mengerahkan tenaga sekencang-kencangnya sambil mengikuti arahan guide runner," kata atlet yang baru mulai berlatih sejak awal 2018 itu.
Pada debut perdananya di Peparprov Jateng III/2018, Fauzan mengikuti tiga nomor pertandingan di cabang atletik, yaitu lompat jauh, lari 100 meter, dan lari 200 meter. "Di nomor lompat jauh saya enggak dapat (medali). Tapi lari 100 meter saya dapat medali perunggu. Lari 200 meter dapat medali perak," kata atlet yang menjadi difabel netra sejak berumur 11 tahun karena penyakit low vision itu.
Artikel lainnya: Adik Prabowo Miris Pemijat Tunanetra Kerap Dibohongi