TEMPO.CO, Gunungkidul - Penyandang disabilitas membuktikan diri kalau mereka juga bisa berkarya seperti non-disabilitas. Salah satu jenis pekerjaan yang mereka geluti adalah sebagai pengojek. Sepeda motor tentu dimodifikasi supaya sesuai dengan ragam disabilitas yang dialami sekaligus mempertimbangkan kenyamanan penumpang.
Baca: Grab Luncurkan Layanan Khusus Difabel di Yogyakarta
Tri Tanto menceritakan suka duka selama 2 tahun menjadi pengojek disabilitas. Lelaki 30 tahun ini awalnya kesulitan mendapatkan penumpang dan tempat mangkal. "Kalau mangkal saya sering diusir," kata Tri kepda Tempo di lapangan Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Selasa 23 Oktober 2018.
Pengojek Tunadaksa ini pernah menunggu penumpang di kawasan Malioboro dan Prambanan. Namun saat mangkal di sana, sejumlah preman dan pengojek lain mengusirnya karena dianggap merebut lahan orang lain. Akhirnya, Tri memilih menunggu order ketimbang mangkal.
Tri yang tergabung alam pengemudi ojek Difa Bike ini menerima panggilan untuk mengantar penumpang melalui pesan instan WhatsAppa atau menggunakan aplikasi ojek online. Penumpang Tri Tanto ada yang disabilitas ada pula yang non-difabel. "Sekarang saya punya dua pelanggan tetap. Setiap hari mengantar mereka pergi pulang," ucap Tri.
Ojek disabilitas ini mematok tarik Rp 2.000 per kilometer. Mereka juga bersedia menunggu penumpang hingga urusan selesai dan kembali mengantarkannya pulang. Kendaraan roda dua yang dimodifikasi menjadi roda tiga diberi tambahan kotak warna-warni untuk tempat duduk penumpang di sisi kiri. Ada pula atap dari bahan fiber yang memayungi tempat duduk penumpang sehingga tidak kepanasan.
Artikel lainnya:
Asian Para Games 2018, Nikmati Layanan 35 Armada Ojek Disabilitas