TEMPO.CO, Solo - Dalam sebuah acara #bincangsastra bertema Sastra dan Disabilitas, Agatha Febriany mengungkapkan masih kurangnya akses para penyandang disabilitas netra terhadap buku-buku sastra. Agatha Febriany menjadi narasumber mewakili penyandang difabel netra di acara #bincangsastra yang merupakan bincang-bincang di radio Solopos FM.
Acara tersebut terwujud dari kerjasama Solopos FM dan komunitas pegiat sastra di Kota Solo, Sastra Pawon. "Di ruang studio itu saya langsung berpikir bagaimana caranya agar bisa memenuhi keluhan Mbak Agatha. Kalau buku-buku sastra dialihkan ke huruf braille, bisa modar saya," kata Indah Darmastuti, seorang penulis dari komunitas Sastra Pawon saat ditemui Tempo di Balai Soedjatmoko Solo pada Jumat, 31 Agustus 2018.
Sembari mencari jalan keluarnya, Indah mendapat informasi tentang empat mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sedang membuat audibook -buku atau teks yang dinarasikan bagi difabel netra, untuk memenuhi tugas kuliah. Empat mahasiswa itu tergabung dalam kelompok Sahabat Netra.
Audiobook buatan Sahabat Netra yang diunggah di soundcloud, sebuah platform distribusi suara secara online, mengambil lima dari sembilan cerpen dalam buku kumpulan cerpen Makan Malam Bersama Dewi Gandari yang dibuat oleh Indah. "Ternyata semesta mendukung. Audiobook inilah jawaban kegelisahan saya," kata Indah.
Sejak itulah Indah menggandeng Sahabat Netra untuk membuat proyek pembuatan audibook sastra demi memperluas jangkauan sastra ke penyandang disabilitas netra. Gayung bersambut. Proyek nirlaba itu mendapat dukungan Cipta Media Ekspresi, hibah dana tunai dari Ford Foundation untuk perempuan pelaku kebudayaan di segala bidang seni.
Proyek yang digarap serius sejak Mei 2018 itu diberi nama Difalitera, singkatan dari literasi untuk difabel netra. Bersama komunitas Sahabat Netra dan sejumlah relawan dari bermacam latar belakang, termasuk penyandang difabel, Indah kini sedang menyiapkan pembuatan audiobook yang terdiri dari 30 cerpen dan 50 puisi.
Selain karya-karya Indah, ada 30 cerpen dan 50 puisi yang dikumpulkan dari sumbangan sejumlah penulis sastra popular dan kontemporer. Mereka tidak mempersoalkan honor maupun hak cipta. "Kalau menggarap karya yang sudah dibukukan penerbit terkenal, mampus aku jika harus menembus penerbitnya. Kalau asal comot saja, bisa dituntut. Makanya pakai karya teman-teman sendiri," kata Indah.
Ratu Budi Sejati sedang membacakan cerpen berjudul 'Rotana dan Rotani' karya Ida Ahdiah Indah saat proses pembuatan audiobook sastra untuk difabel netra di Balai Soedjatmoko Solo, Jumat, 31 Agustus 2018. Ratu adalah seorang anggota Sahabat Netra, kelompok mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UNS yang menginisiasi pembuatan audiobook sastra untuk difabel netra. TEMPO | Dinda Leo Listy (Solo)
Audiobook cerpen dan puisi itu rencananya akan diluncurkan bertepatan dengan peringatan Bulan Bahasa pada Oktober 2018. Kini, Indah dan timnya sedang menyiapkan laman difalitera sebagai wadah audiobook sastra gratis dan mudah diakses para difabel netra.
Seorang anggota Sahabat Netra, Widi Afanie mengatakan alasan memilih cerpen karya Indah Darmastuti saat pertama kali menggarap audiobook. "Karena kami harus mendapat izin dari penulisnya. Kebetulan saat itu ada teman yang punya akses ke Sastra Pawon," kata Widi.
Ditemui Tempo di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali pada Selasa lalu, Agatha Febriany mengatakan dia dan teman-temannya sesama disabilitas netra juga pernah membuat audiobook sastra.
"Tapi audiobook buatan kami hanya mengandalkan aplikasi pembaca layar di komputer. Tentu berbeda dengan audiobook yang langsung dibacakan orang, lebih enak didengar," ucap Agatha yang aktif di Pusat Pengembangan dan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat atau PPRBM Solo.