TEMPO.CO, Jakarta - Hak para difabel kembali menjadi perhatian. Kini di Yogyakarta, Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta menandatangani MOU atau nota kesepahaman dengan Yayasan Advokasi Perempuan, Disabilitas, dan Anak (Sapda) tentang komitmen penegak hukum dalam mengimplementasikan hak perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas pada 12 Juli 2018.
PN Kota Yogyakarta merupakan pengadilan kedua di Indonesia yang menandatangani MOU. Pengadilan pertama adalah PN Wonosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta yang menandatangani MOU dengan Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigap) pada 2016 lalu.
Baca juga:
Tips Hari Pertama Anak Berkebutuhan Khusus Masuk Sekolah
4 Jurus Agar Difabel Tak Ditolak Membuka Rekening di Bank
Bahasa Isyarat SIBI dan Bisindo, Tilik Perbedaannya
“Tujuannya adalah mewujudkan peradilan yang aksesibel bagi difabel,” kata Direktur Sapda Nurul Sa’adah Andriani di Sekertariat Sapda usai penandatanganan MOU di Kotagede, Yogyakarta, Kamis, 12 Juli 2018.
Aksesibel yang dimaksud meliputi infrastruktur. Seperti pembangunan kantor pengadilan yang menyediakan ram, toilet untuk difabel. Kemudian aksesibel dalam bentuk pemberian pendampingan atau layanan bagi difabel ketika proses peradilan berlangsung. Seperti penyediaan pendampingan psikolog, penerjemah bahasa isyarat, pendampingan bagi saksi maupun saksi korban yang mempunyai keterbatasan intelektual.
“Kami bisa memberikan dukungan asistensi pembangunannya,” kata Nurul.
MOU tersebut merupakan implementasi dari UU Nomer 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang telah disahkan. Pada Pasal 28-39 disebutkan aparat penegak hukum berkewajiban menjamin difabel sebagai subyek hukum, menyediakan bantuan hukum, layanan pendukung yang dibutuhkan difabel, akomodasi yang layak bagi difabel dalam proses peradilan dan unit layanan difabel di hadapan hukum.
Sementara sebelum UU tersebut lahir, Pemerintah DIY dan DPRD DIY telah mensahkan Peraturan Daerah DIY Nomer 4 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Pasal 79 ayat 1 dijelaskan pemerintah dan pemerintah daerah di kabupaten kota bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum tertentu untuk menyediakan layanan pendampingan hukum kepada penyandang disabilitas yang terlibat masalah hukum. Tindak lanjut dari perda tersebut adalah disusunnya Peraturan Gubernur DIY Nomer 60 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyediaan Bantuan Hukum Bagi Penyandang Disabilitas.
"Rencananya tahun ini akan disahkan rancangan peraturan pemerintah tentang akomodasi peradilan yang layak bagi difabel yang menjadi amanah UU," kata Nurul.
Ketua PN Kota Yogyakarta Soesilo menjelaskan penandatanganan MOU tersebut juga didorong akreditasi penjaminan mutu yang salah satunya mensyaratkan adanya penyediaan hak-hak difabel di pengadilan. Seperti menyediaan kursi roda, kamar mandi khusus difabel, ruang persidangan khusus saksi korban difabel yang mengalami traumatik melalui teleconference sejak 2012. Sementara sejumlah hakim sudah mengikuti pelatihan persidangan yang berperspektif difabel yang diadakan Komisi Yudisial.
“UU sudah mengaturnya. Dan MOU ini akan memudahkan. Jadi akan kami aplikasikan,” kata Soesilo memastikan.